Jumat, 14 Februari 2014

Defenisi dan Klasifikasi Anak Berbakat Yang Menyandang Ketunaan

A.    Konsep Dasar Keberbakatan
Pengertian berdasar pada pendekatan uni- dimensional è menggunakan inteligensi sebagai kriteria tunggal dalam menentukan keberbakatan.
Pengertian berdasar pada pendekatan multi-dimensional è tidak hanya menggunakan inteligensi sebagai kriteria tunggal untuk menentukan keberbakatan, tetapi menggunakan kriteria jamak, yaitu-kriteria-kriteria lain di luar inteligensi. Misalnya: kreativitas, kemampuan memecahkan masalah, dsb.
Individu yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, baik yang sifatnya masih potensial, sehingga diramalkan mampu mencapai prestasi tinggi, ataupun yang sudah nyata-nyata menunjukkan prestasi tinggi, dalam satu atau lebih bidang kehidupan manusia, baik dalam bidang kemampuan intelektual umum, akademik khusus, berpikir kreatif-produktif, kepemimpinan, seni, dan atau ketrampilan psikomotor.
Mereka memerlukan program pendidikan yang mampu menjamin terjadinya kemudahan akselarasi kemampuan berpikir tingkat tinggi atau mampu mengakomodasikan kebutuhan intelektualnya, yaitu melalui program pendidikan yang berdiferensiasi atau layanan pendidikan di luar jangkauan pendidikan pada umumnya.
B.     Konsep Dasar Ketunaan
Istilah yang berkaitan dengan ketunaan è luar biasa, berkelainan, cacat, dan abnormal.
Dalam bahasa asing èexceptional, handicap, impairment, disorder, deviant, disability, defect, abnormal, dsb..

Istilah-istilah tersebut pada hakekatnya digunakan untuk membedakan anak dalam kelompok istilah tersebut dengan anak normal pada umumnya. Luar biasa, berkelainan, dan abnormal pada umumnya dipahami sebagai suatu kondisi dimana terdapat penyimpangan-penyimpangan, baik ke arah negatif maupun positif, dari kondisi rata-rata atau pada umumnya.
Tuna, cacat, atau bahasa asing handicap, impairment, disorder, disability, deviant, dan defect lebih merujuk pada kondisi penyimpangan ke arah negatif. Kajian bahasa asing pengertian istilah handicap biasanya sudah mencakup pengertian istilah impairment, disorder, disability, maupun defect.
Ketunaan mengandung beberapa ciri, yaitu:
1.      Ditunjukkan dengan adanya peyimpangan dari rata-rata normal dalam perkembangannya,
2.      Penyimpangan yang terjadi bergerak ke arah ekstrim negatif,
3.      Menggambarkan suatu kondisi atau kemampuan seseorang yang cenderung negatif,
4.      Kondisi yang negatif tersebut dapat berupa kekurangan, kelemahan, kehilangan, hambatan, kesulitan, atau gangguan dalam aspek-aspek fisik, penginderaan, mental, emosi, sosial, belajar, atau gabungan dari hal-hal tersebut,
5.      Akibat dari semua itu dapat berupa tidak atau kurang berfungsinya kemampuan seseorang secara wajar dalam melakukan aktivitas sehari-hari atau dalam melakukan irtteraksi dengan lingkungannya,
6.      Untuk mengembangkan potensinya secara maksimal diperlukan suatu Jayanan pendidikan secara khusus yang berbeda dengan layanan pendidikan pada umumnya,
7.      Bentuk layanan pendidikan secara khusus tersebut adalah perlunya modifikasi-modifikasi layanan pendidikan, serta layanan lain yang diperlukan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing jenis ketunaan.

C.    Pengertian Anak Berbakat Penyandang Ketunaan
Anak berbakat yang menyandang ketunaan tidak dapat disebut sebagai tuna/cacat ganda (double handicaps) sekalipun mereka mempunyai dua kombinasi keluarbiasaan. Lebih cocok disebut berkelianan ganda. Berbeda dengan anak tunagrahita yang juga sekaligus tunanetra, mereka dapat disebut sebagai tunaganda. Pemilikan keberbakatan bukan merupakan indikator ketunaan. Anak berbakat penyandang ketunaan memiliki dua keluarbiasaan sekaligus, tetapi keluarbiasaan tersebut bergerak dalam dimensi yang berlawanan.
Di satu sisi anak tersebut memiliki potensi-potensi yang unggul sebagai modalitas untuk mencapai suatu prestasi tinggi, tetapi di sisi lain mereka mengalami kesulitan, hambatan, kelemahan, atau kekurangan karena adanya gangguan, tidak atau kurang berfungsinya kemampuan tertentu yang berkaitan dengan aspek fisik, penginderaan, belajar, atau sosio-emosional untuk kepentingan pendidikannya.
Anak Berbakat Penyandang Ketunaan termasuk dalam kelompok khusus (special group) atau kelompok minoritas (minority group) anak berbakat
Special group yang lain è anak-anak berbakat yang secara sosial atau ekonomi kurang beruntung (disadvantage gifted children), kelompok anak-anak berbakat berprestasi kurang (underachievement gifted children), dan kelompok anak-anak wanita berbakat (female gifted children).
individu yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, baik yang sifatnya masih potensial, sehingga diramalkan mampu mencapai prestasi tinggi, ataupun yang sudah nyata-nyata menunjukkan prestasi tinggi, dalam satu atau lebih bidang kehidupan manusia, baik dalam bidang kemampuan intelektual umum, akademik khusus, berpikir kreatif-produktif, kepemimpinan, seni dan atau ketrampilan psikomotor, tetapi dalam perkembangannya mereka mengalami penyimpangan yang sedemikian rupa dari rata-rata normal dalam segi fisik, penginderaan, emosi, sosial, atau belajarnya, sehingga diperlukan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan kemampuannya secara maksimal.


Contoh  anak berbakat tuna/cacat :
  Thomas A. Edison, Albert Einstein, Aldous Huxley, Hellen Keller, Elizabeth Barret Browning, Ludwig von Beethoven, Itzhak Permian, Ray Charles, Stephen Hopkin, dan masih banyak lagi.
  Suatu penelitian mutakhir tentang pemilikan keberbakatan diantara para penyandang ketunaan, telah ditemukan di Jepang. Dilaporkan oleh Morishima (1974, dalam Blackhurst dan Berdine, 1981) bahwa Joshihiko Yamamoto, seorang pria Jepang yang dilaporkan memiliki IQ 40 ternyata seorang yang berbakat (gifted) dan mampu memenangkan lomba senilukis internasional.
D.    Klasifikasi Anak Berbakat Penyandanf Ketunaan

1.      Anak Berbakat Penyandang Tunanetra
  Buta è bila anak sudah tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar (visusnya = 0),
  Low vision, è mereka yang memiliki ketajaman penglihatan (visus) lebih dari 6/21
  Anak-anak berbakat yang memiliki ketajaman penglihatan (visus) lebih dari 6/21. Dalam praktek pendidikan di lapangan kemungkinan akan ditemukan dua kelompok anak berbakat penyandang tunanetra, yaitu anak berbakat yang low vision dan anak berbakat yang buta.
2.      Anak Berbakat Penyandang Tunarungu
  Tunarungu ada dua jenis è tuli (deaf) dan lemah/kurang pendengaran (hard of hearing)
  Kehilangan kemampuan mendengar 70 dB atau lebih
  Lemah pendengaran ialah mereka yang kehilangan kemampuan pendengaran antara 35 - 69 dB
  Anak berbakat penyandang tunarungu adalah anak-anak berbakat yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan pendengaran sehingga mengalami kesulitan atau ketidakmampuan dalam memahami bicara orang lain melalaui telinganya, dengan atau tanpa menggunakan alat bantu dengar. Dalam praktek pendidikan di lapangan kemungkinan akan ditemukan dua jenis anak berbakat penyandang tunarungu, yaitu anak, berbakat yang tuli dan anak berbakat yang menyandang lemah/ kurang pendengaran.
3.      Anak Berbakat Penyandang Tunadaksa
  Cerebral Palsy (CP), èmereka yang mengalami gangguan gerak karena kerusakan pada pusat syaraf, (kelompok D1)
  Poliomyelitis, è mereka yang mengalami gangguan gerak karena kerusakan pada syaraf tepi, (kelompok D), dan
  Muscular Distropi, è mereka yang mengalami gangguan gerak karena kerusakan pada otot dan cacat yang lainnya (kelompok D)
  Tunadaksa Murni (Orthopedically Handicapped Children) yaitu mereka yang mengalami gangguan gerak karena kecacatan pada otot, tulang, atau persendian, tetapi tidak disertai dengan gangguan dalam fungsi kecerdasan. Termasuk kelompok ini ialah anak poliomyelitis, muscular distropi, dan cacat ortopedi lainnya.
  Tunadaksa Kombinasi (Orthopedically Exceptional Children) yaitu mereka yang disamping mengalami gangguan gerak karena kecacatan pada otot, tulang, atau persedian juga disertai dengan gangguan dalam fungsi kecerdasan. Misalnya pada anak CP, walaupun tidak semuanya
  Anak berbakat penyandang tunadaksa adalah anak-anak berbakat yang dalam perkembangannya mengalami gangguan dalam fungsi gerak karena kecacatan dalam otot, tulang, atau persendian, sehingga menghambat aktivitasnya sehari-hari atau mengalami hambatan dalam memanfaatkan anggota tubuhnya secara wajar.
  Dalam praktek pendidikan dilapangan kemungkinan dapat ditemukan tiga jenis anak berbakat penyandang tunadaksa, yaitu: (1) Anak berbakat penyandang poliomyelitis, (2) Anak berbakat penyandang Cerebral Palsy, dan (3) Anak berbakat penyandang muscular distropi dan cacat ortopedi lainnya.
4.      Anak Berbakat Penyandang Tunalaras
Bentuk tunalaras:
  penyimpangan/gangguan tingkah laku (behavior disorder/ impairment disability},
  gangguan emosi (emotional disturbance/conflict), dan
  masalah penyesuaian sosial (social maladjusment)
Dalam pendidikan luar biasa :
  tunalaras sosial (Socially maladjusted)
  tunalaras emosi (emotional disturbance]
Kelompok tunalaras sosial
  perilaku agresif yang tidak mampu menyesuaikan diri sama sekali terhadap norma-norma di lingkungannya,
  mampu menyesuaikan diri tetapi terbatas pada lingkungan yang terbatas (kelompok gangnya), dan
  mampu menyesuaikan diri, tetapi kalau kebutuhannya atau keinginannya terhalangi kemudian muncul perilaku-perilaku yang primitif
Tunalaras emosi (emotional disturbance]
  Terjadinya penyimpangan-penyimpangan perilaku dikarenakan adanya gangguan dalam perkembangan emosinya.
  Pada kelompok ini, perkembangan sosialnya baik, tetapi karena emosinya terganggu sehingga fungsi sosialnya menjadi terhambat.
  suatu kondisi yang ditunjukkan dengan satu atau lebih ciri-ciri tertentu, yang muncul dalam suatu kurun waktu yang lama, dan disertai dengan tingkat/derajat yang tinggi, serta berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.
  ketidakmampuan belajar yang tidak bisa dijelaskan dari faktor intelektual, sensori, atau kesehatan,
  ketidakmampuan dalam membangun atau memelihara hubungan interpersonal yang memuaskan dengan kelompok atau gurunya,
  dalam kondisi normal mereka tidak mampu menunjukkan perilaku atau perasaanya secara tepat,
  diliputi perasaan tidak bahagia atau depresi, dan
  cenderung mengembangkan simtom-simtom fisik atau takut dalam menghadapi orang atau masalah-masalah sekolah.
Jenis-jenis tunalaras emosi
  Tunalaras emosi yang Agresif è bentuk penyimpangan perilakunya ditujukan ke luar, disertai dengan sikap permusuhan, penentangan, atau penolakan terhadap lingkungan yang dilakukan secara terbuka dengan maksud untuk menguasainya. Dilihat dari perilaku yang ditampakkan, kelompok ini dapat diklasifikasikan dalam tunalaras sosial, karena perilakunya tidak berbeda dengan tunalaras sosial
  Tunalaras emosi yang Pasif èbentuk penyimpangan perilakunya diarahkan ke dalam. Pada kelompok ini sikap-sikap permusuhan, penolakan, atau pertentangan dilakukan secara tertutup, sehingga cenderung tidak menimbulkan konflik yang serins dengan orang lain. Misalnya perilaku menarik diri, menjadi pemalu, dan sebagainya.
5.      Anak Berbakat Penyandang Kesulitan Belajar
Istilah umum sering dijumpai:
  1. problem belajar (learning problem),
  2. kesulitan belajar (learning difficulties),
  3. ketidakmampuan belajar (learning disability) dan
  4. ketidakmampuan belajar khusus (specific learning disability).
              Anak berbakat yang dalam perkembangannya mengalami gangguan atau hambatan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar (neurologis atau sistem syaraf pusat). Gangguan atau hambatan tersebut dapat meliputi gangguan dalam pengertian atau bahasa, membaca atau menulis. Manifestasinya dapat berupa ketidaksempurnaan dalam mendengar, berfikir, bicara, membaca, menulis, mengeja, berhitung (matematika), atau ketrampilan sosial.
              Dalam praktek pendidikan di lapangan ada kemungkinan. ditemukan bermacam-macam anak berbakat penyandang kesulitan belajar, di antaranya
  1. anak berbakat penyandang kesulitan belajar menulis,
  2. anak berbakat penyandang kesulitan belajar membaca,
  3. anak berbakat penyandang kesulitan belajar berhitung, dan
  4. anak berbakat penyandang kesulitan belajar ketrampilan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar