Sabtu, 08 Februari 2014

Dampak Ketunaan terhadap Keberbakatan


Keberbakatan adalah ciri-ciri universal yang khusus dan luar biasa yang dibawa sejak lahir maupun yang  merupakan pengaruh dari lingkungan, Keberbakatan itu ikut ditentukan oleh kebutuhan atau kecenderungan kebudayaan di mana seseorang yang berbakat itu berada.
Ketunaan adalah individu yang memerlukan pendidikan khusus, mereka yang secara signifikan berada di luar rerata normal, baik dari segi fisik,  inderawi, sosial, dan emosi (kecuali mental) sehingga memerlukan pelayanan khusus, agar dapat tumbuh dan berkembang secara sosial, ekonomi, budaya, dan religi bersama-sama dengan masyarakat di sekitarnya
Ada lima anak berbakat yang menyandang ketunaan, yaitu anak berbakat penyandang tunanetra, anak berbakat penyandang tunarungu, anak berbakat penyandang tunadaksa, anak berbakat penyandang kesulitan belajar.

1.      Dampak ketunanetraan terhadap keberbakatan
Ketunanetraan merupakan kekurangan (tuna), sedangkan keberbakatan merupakan kelebihan (unggul). Hilangnya fungsi penglihatan akan memunculkan tiga masalah atau kesukaran bagi tunanetra, termasuk anak berbakat yang mengalami kehilangan fungsi penglihatan, yaitu keterbatasan dalam perkembangan kognitif, keterbabatasan dalam orientasi dan mobilitas, serta keterbatasan dalam interaksi dengan lingkungan.
Seorang anak berbakat penyandang tunanetra secara potensial sama seperti anak berbakat yang tidak menyandang tunanetra. Mereka memiliki potensi unggul yang menurut Conny Semiawan (1995 ) ditandai oleh dua ciri utama, yaitu :
1.      Keberbakatan memiliki ciri universal yang khusus dan luar biasa yang dibawa sejak lahir maupun yang dipengaruhi oleh lingkungan.
2.      Keberbakatan itu juga dibatasi oleh kebutuhan dan kecendrungan kebudayaan dimana seorang berbakat tinggal.
Dalam menelaah dampak ketunanetra terhadap keberbakatan kita kembali kepada konsep keberbakatan yaitu :
1.      Kemampuan jauh di atas rata-rata
2.      Kreativitas
3.      Pengikatan diri pada tugas
Dari tiga konsep diatas yang menjadi dampak yang paling besar dari ketunanetraan terhadap keberbakatan terletak pada matra kedua yaitu kreativitas. Sedangkan dampak terhadap matra lain tidak begitu jelas.
Beberapa alasan yang mendasari pernyataan tersebut diatas merunjuk pada rumusan konsep kreativitas yang dikemukakan para ahli ( S.C. Utami Munandar, 1995 . kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data informasi , atau unsur-unsur yang ada( S. C. Utami Munandar, 1995 ). Seorang tunanetra mengalami kesulitan dalam memperoleh informasi secara utuh, akibatnya akan mengalami kesulitan pula dalam pembentukan konsep- konsep dan pengertian-pengertian. Oleh karena itu, data, pengalaman, dan pengetahuaanya sangat terbatas, tidak selengkap orang awas. Jika kreativitas dan proses kreatif itu harus didukung data dan pengalaman yang memadai dapat diramalkan bahwa seorang yang sekalipun berbakat tetapi mengalami kehilangan fungsi penglihatan, akan mengalami kesukaran dalam mengekspresikan kreativitasnya.
2.      Dampak ketunarunguan terhadap keberbakatan
Kehilangan pendengaran yang dialami oleh seseorang dapat mengakibatkan banyak kesulitan dalam kehidupan sehari- hari bagi orang yang menyandangnya. Anak berbakat penyandang tunarungu mengalami kesulitan dalam proses pembentukan pengertian. Ini disebabkan oleh terbatasnya perbendaharaan kata yang dimiliki, terutama istilah atau kata- kata yang besifat abstrak, oleh karena anak tunarungu memiliki data dan informasi mengenai lingkungan sekitar relatif lebih sedikit dari pada anak berbakat biasa. Keterbatasan informasi yang dapat diterima oleh anak tunarungu melalui indera pendengarannya, berakibat langsung kepada perkembangan kognitif. Sementara perkembangan kognitif ada kaitannya dengan kreativitas.
Marker ( 1982, dalam Siks 1987 ) menjelaskan bahwa anak berbakat penyandang ketunarunguan, yang memiliki IQ yang sama dengan anak berbakat biasa, kemampuan kreativitasnya lebih rendah dari pada anak berbakat yang normal. Jadi dapat disimpulkan bahwa anak berbakat penyandang ketunarunguan lebih lambat dari pada anak berbakat yang biasa. Ini disebabkan karena faktor kematangan. Keadaan ini menyebabkan kesulitan untuk mengenal anak berbakat penyandang ketunarungu. Orang akan lebih cepat melihat ketunarunguan dari pada keunggulan potensi yang dimilikinya. Kondisi seperti ini menyebabkan potensi keberbakatannya tidak dapat dimanfaatkan. Hasil penelitian Marker ( 1982, dalam Sisk, 1987 ) menunjukkan bahwa anak berbakat penyandang ketunaan termasuk berbakat penyandang tunarungu memiliki banyak kesamaan dengan anak berbakat biasa mengenai karakteristik keberbakatan secara umum . perbedaannya terletak terutama pada pemunculan potensi keberbakatan.
3.      Dampak ketunadaksaan terhadap keberbakatan
Secara umum dikenal dua macam ketunadaksaan. Pertama, ketunadaksaan yang disebabkan oleh karena penyakit polio. Kedua, ketunadaksaan yang disebabkan oleh gangguan neurologis. Anak berbakat penyandang ketunadaksaan yang dimaksud disini berkenaan dengan cerebral palsy dengan segala variasinya. Greene (1978 menemukan bahwa kelompok anak berbakat penyandang ketunadaksaan, termasuk didalamnya cerebral palsy. Sedangkan anak berbakat penyandang polio tidak dimasukkan atau dikategorikan sebagai anak berbakat penyandang ketunaan. Mereka digolongkan sebagai anak berbakat biasa, sebab gangguan gerak karena penyakit polio tidak menghambat aktualisasi keberbakatan.
Masalah utama yang dialami anak berbakat penyandang tunadaksa adalah hambatan atau gangguan gerak. Ketidakmampuan dalam gerak membatasi anak untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkugannya sendiri. Akibatnya dalam memperoleh kesan tentang dunia sekitarnya sangat terbatas, sementara pengalaman gerak erat kaitannya dengan perkembangan kognitif( kephart, dalam Myers 1976). Sequin berpendapat bahwa anak memperoleh kesan tentang dunia melalui motorik. Anak berbakat penyandang tunadaksa perkembangan kognitifnya akan lebih lambat dari pada anak berbakat biasa.
Hambatan perkembangan fungsi kognitif erat kaitannya dengan gangguan persepsi. Persepsi merupakan proses masuknya informasi dan instrumen penting dalam proses pembentukan pengertian. Keterbatasan gerak anak berbakat penyandang tunadaksa berakibat pada aspek sosioemosional. Sempitnya ruang gerak anak membatasi aktivitas sosial. Hal ini erat kaitannya dengan penyesuian sosial terhadap lingkungannya.

4.      Dampak ketunalarasan terhadap keberbakatan
Secara garis besar ketunalarasan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu tunalaras karena gangguan emosi dan tunalaras karena gangguan perkembangan sosial. Kedua kelompok tersebut menunjukkan gejala yang sama yaitu gangguan tingkah laku. Menurut hasil penelitian Meeker ( 1969 ) menunjukan bahwa anak berbakat penyandang ketunalarasan termasuk kelompok pertama, yaitu yang mengalami gangguan emosi. Anak yang mengalami gangguan emosi menunjukkan perilaku menarik diri dari lingkungan yang ditandai oleh beberapa ciri, misalnya sukar bergaul, sukar berkomunikasi dengan orang lain, sukar menyendiri. Anak yang menarik diri cendrung tidak memiliki keterampilan sosial. Mereka sering ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya.
Anak berbakat yang mengalami gangguan emosi menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan dan keterampilan lainnya sebanding dengan anak berbakat biasa. Anak berbakat yang mengalami gangguan emosi menunjukkan kecemasan dalam melaksanakan tugas- tugas disekolah dan dalam berhubungan dengan orang lain dan teman sebaya. Bentuk lain dari gangguan emosi adalah depresi. Anak yang mengalami gangguan emosi mempunyai masalah yang berkaitan dengan kesehatan mental yang serius, ia tidak tampak gembira dan menunjukkan kesedihan yang mendalam. Secara umum anak yang mengalami depresi tidak memiliki minat belajar, bergaul, memiliki konsep diri yang negatif, memiliki perasaan ditolak dan tidak dicintai. Lekas marah dan menunjukkan perilaku yang kompulsif.
Anak berbakat yang mengalami gangguan emosi, kemampuan imajinatif- kreatifnya tidak berkembang dengan baik. Damapk lain dari ketunalarasan terhadap anak berbakat terjadi pada aspek motivasi. Seperti memiliki minat belajar yang rendah, sebab motivasi dan minat belajar termasuk ranah afeksinya terganggu maka akan terjadi gangguan pula pada motivasinya.
5.      Dampak kesulitan belajar terhadap keberbakatan.
Keberbakatan merupakan keunggulan sedangkan kesulitan belajar merupakan kelemahan yang berpangkal pada aspek yang sama yaitu pada aspek kognitif. Myers ( 1986 ) menjelaskan bahwa kesulitan belajar menunjukkan gangguan dalam salah satu atau lebih proses psikologis dasar meliputi pemahaman dalam menggunakan bahasa lisan atau tulisan. Anak berbakat yang mengalami kesulitan belajar mengalami disintegrasi dua belahan otak. Belahan otak sebelah kanan yang bersifat imajinatif- intuitif berkembang sangat menonjol , sementara belahan otak sebelah kiri yang bersifat verbal, analitis, dan rasional tidak berkembang sejalan dengan belahan otak sebelah kanan.
Kesulitan belajar akan memberikan dampak kepada keberbakatan, terutama pada perkembangan perbendaharaan kata, kecepatan reaksi, fleksibilitas.
a.       Perbendaharaan kata
Ketidakmampuan dalam hal berbahasa, baik secara reseptif maupun secara ekspresif. Ketidakmampuan itu terutama tidak dapat membedakan antara bagian yang pokok dengan bagian yang tidak penting dalam bacaan dengan menggunakan bahasa kiasan. Mereka cendrung tidak mampu memahami variasi arti kata, nuasa dan sindiran. Bahasa kiasan sulit dipahami meskipun mereka anak berbakat.
b.      Kecepatan reaksi
Anak berbakat yang yang mengalami kesulitan belajar mereka dalam banyak hal cendrung ragu-ragu.
c.       Fleksibilitas
Cara berfikir anak kesulitan belajar tidak luwes. Ia akan cenderung pada cara tertentu yang sudah biasa dalam memecahkan masalah. Ketika ada masalah yang memerlukan modifikasi cara pemecahan masalah , mereka umumnya gagal untuk melaksanakan tugas itu. Artinya anak seperti ini pikirannya sulit berpindah dari satu situasi ke situasi lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar