Sabtu, 15 Februari 2014

Penyakit Bawaan



1.       Penyakit Jantung Bawaan 2: Paten Ductus Arteriosus
Berikutnya di serial penyakit jantung bawaan, kita akan membahas Paten Ductus Arteriosus (PDA); suatu penyakit jantung bawaan yang relatif sering juga ditemukan di antara bayi dengan kelainan jantung 
  • Katarak pada Anak-anak
Katarak adalah kondisi kekeruhan pada lensa mata. Umumnya kasus ini ditemukan pada lanjut usia, namun dapat pula ditemukan pada anak-anak. Dalam beberapa kasus malah katarak ditemukan pada bayi baru lahir. Bagaimanakah penanganan katarak pada anak-anak agar tidak mengganggu tumbuh kembang mereka?
  • Thalassemia
(bagian 2: Gejala dan Penanganan)
Sebelumnya di serial thalassemia
Sebelumnya kita telah membahas apa itu thalassemia dan mengapa penyakit keturunan ini dapat menimbulkan gangguan pada darah. Pada bahasan kali ini, kita akan lebih mendalami aspek klinis thalassemia; dengan mengenal gejala klinis, diagnosis, serta tindak lanjut terhadap kasus-kasus ini.
  • Penyakit Jantung Bawaan (bagian 2): Transposisi Arteri Besar
(transposition of great arteries, TGA)
Beberapa waktu yang lalu kita sudah membahas tentang salah satu penyakit jantung bawaan yang paling umum ditemukan, yaitu Tetralogi Fallot. Penyakit jantung bawaan berikutnya yang akan kita bahas adalah transposisi arteri besar, atau yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilahtransposition of great arteries (TGA) atau transposition of great vessels (TGV).
  • Penyakit Jantung Bawaan (bagian 1): Tetralogi Fallot
Penyakit jantung bawaan adalah kelainan struktural pada jantung yang ditemukan pada bayi sejak lahir. Terdapat beberapa jenis penyakit jantung bawaan; dan enam jenis kelainan yang paling umum akan dibahas dalam serial penyakit jantung bawaan Tumbuh Sehat.
  • Defisiensi G6PD
Berbagai penyakit keturunan dapat ditemukan di kalangan masyarakat, salah satunya adalah defisiensi G6PD. Defisiensi atau kekurangan enzim G6PD merupakan salah satu penyakit kekurangan enzim yang paling umum ditemukan, dengan spektrum gejala meliputi hiperbilirubinemia neonatal, hemolisis akut, ataupun hemolisis kronis.
Defisiensi G6PD
Berbagai penyakit keturunan dapat ditemukan di kalangan masyarakat, salah satunya adalah defisiensi G6PD. Defisiensi atau kekurangan enzim G6PD merupakan salah satu penyakit kekurangan enzim yang paling umum ditemukan, dengan spektrum gejala meliputi hiperbilirubinemia neonatal, hemolisis akut, ataupun hemolisis kronis.
Apa itu G6PD?
G6PD adalah akronim dari glucose-6-phosphate dehydrogenase (glukosa-6-fosfat-dehidrogenase). Enzim ini berfungsi mereduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADP) menjadi NADPH. NADPH berfungsi melindungi sel dari kerusakan oksidatif akibat radikal bebas. Dalam keadaan normal, sel darah merah atau eritrosit tidak dapat menghasilkan NADPH sehingga sel ini lebih rentan terkena kerusakan oksidatif. Dengan demikian, ketidakmampuan tubuh menghasilkan enzim G6PD mengakibatkan sel lebih mudah rusak akibat radikal bebas; termasuk eritrosit yang lebih cepat mengalami penghancuran (hemolisis).
Apa saja gejala yang dapat ditemukan?
Sebagian besar kasus defisiensi G6PD relatif ringan dan tidak bergejala. Gejala baru timbul saat si penderita mengalami sakit dan mengkonsumsi obat-obatan; makan kacang fava (kacang babi); atau setelah menghirup uap kapur barus. Pada penderita defisiensi derajat berat, gejala pun dapat timbul tanpa faktor pencetus.
Adapun gejala yang terjadi timbul akibat hemolisis. Penderita mengeluhkan sakit kepala, pusing, dan sangat kelelahan. Dapat ditemukan riwayat keluarnya urin yang berwarna gelap seperti teh. Dari pemeriksaan fisik dokter dapat menemukan takikardia (denyut nadi cepat), nyeri pada punggung atau abdomen, pembesaran limpa, mata dan kulit tampak kuning (ikterik).
Daftar Obat yang harus dihindari penderita defisiensi G6PD
Obat-obat berikut ini, apabila dikonsumsi dalam dosis berapa saja, dapat menimbulkan hemolisis pada penderita defisiensi G6PD sehingga mutlak harus dihindari

Jumat, 14 Februari 2014

Defenisi dan Klasifikasi Anak Berbakat Yang Menyandang Ketunaan

A.    Konsep Dasar Keberbakatan
Pengertian berdasar pada pendekatan uni- dimensional è menggunakan inteligensi sebagai kriteria tunggal dalam menentukan keberbakatan.
Pengertian berdasar pada pendekatan multi-dimensional è tidak hanya menggunakan inteligensi sebagai kriteria tunggal untuk menentukan keberbakatan, tetapi menggunakan kriteria jamak, yaitu-kriteria-kriteria lain di luar inteligensi. Misalnya: kreativitas, kemampuan memecahkan masalah, dsb.
Individu yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, baik yang sifatnya masih potensial, sehingga diramalkan mampu mencapai prestasi tinggi, ataupun yang sudah nyata-nyata menunjukkan prestasi tinggi, dalam satu atau lebih bidang kehidupan manusia, baik dalam bidang kemampuan intelektual umum, akademik khusus, berpikir kreatif-produktif, kepemimpinan, seni, dan atau ketrampilan psikomotor.
Mereka memerlukan program pendidikan yang mampu menjamin terjadinya kemudahan akselarasi kemampuan berpikir tingkat tinggi atau mampu mengakomodasikan kebutuhan intelektualnya, yaitu melalui program pendidikan yang berdiferensiasi atau layanan pendidikan di luar jangkauan pendidikan pada umumnya.
B.     Konsep Dasar Ketunaan
Istilah yang berkaitan dengan ketunaan è luar biasa, berkelainan, cacat, dan abnormal.
Dalam bahasa asing èexceptional, handicap, impairment, disorder, deviant, disability, defect, abnormal, dsb..

Istilah-istilah tersebut pada hakekatnya digunakan untuk membedakan anak dalam kelompok istilah tersebut dengan anak normal pada umumnya. Luar biasa, berkelainan, dan abnormal pada umumnya dipahami sebagai suatu kondisi dimana terdapat penyimpangan-penyimpangan, baik ke arah negatif maupun positif, dari kondisi rata-rata atau pada umumnya.
Tuna, cacat, atau bahasa asing handicap, impairment, disorder, disability, deviant, dan defect lebih merujuk pada kondisi penyimpangan ke arah negatif. Kajian bahasa asing pengertian istilah handicap biasanya sudah mencakup pengertian istilah impairment, disorder, disability, maupun defect.
Ketunaan mengandung beberapa ciri, yaitu:
1.      Ditunjukkan dengan adanya peyimpangan dari rata-rata normal dalam perkembangannya,
2.      Penyimpangan yang terjadi bergerak ke arah ekstrim negatif,
3.      Menggambarkan suatu kondisi atau kemampuan seseorang yang cenderung negatif,
4.      Kondisi yang negatif tersebut dapat berupa kekurangan, kelemahan, kehilangan, hambatan, kesulitan, atau gangguan dalam aspek-aspek fisik, penginderaan, mental, emosi, sosial, belajar, atau gabungan dari hal-hal tersebut,
5.      Akibat dari semua itu dapat berupa tidak atau kurang berfungsinya kemampuan seseorang secara wajar dalam melakukan aktivitas sehari-hari atau dalam melakukan irtteraksi dengan lingkungannya,
6.      Untuk mengembangkan potensinya secara maksimal diperlukan suatu Jayanan pendidikan secara khusus yang berbeda dengan layanan pendidikan pada umumnya,
7.      Bentuk layanan pendidikan secara khusus tersebut adalah perlunya modifikasi-modifikasi layanan pendidikan, serta layanan lain yang diperlukan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing jenis ketunaan.

C.    Pengertian Anak Berbakat Penyandang Ketunaan
Anak berbakat yang menyandang ketunaan tidak dapat disebut sebagai tuna/cacat ganda (double handicaps) sekalipun mereka mempunyai dua kombinasi keluarbiasaan. Lebih cocok disebut berkelianan ganda. Berbeda dengan anak tunagrahita yang juga sekaligus tunanetra, mereka dapat disebut sebagai tunaganda. Pemilikan keberbakatan bukan merupakan indikator ketunaan. Anak berbakat penyandang ketunaan memiliki dua keluarbiasaan sekaligus, tetapi keluarbiasaan tersebut bergerak dalam dimensi yang berlawanan.
Di satu sisi anak tersebut memiliki potensi-potensi yang unggul sebagai modalitas untuk mencapai suatu prestasi tinggi, tetapi di sisi lain mereka mengalami kesulitan, hambatan, kelemahan, atau kekurangan karena adanya gangguan, tidak atau kurang berfungsinya kemampuan tertentu yang berkaitan dengan aspek fisik, penginderaan, belajar, atau sosio-emosional untuk kepentingan pendidikannya.
Anak Berbakat Penyandang Ketunaan termasuk dalam kelompok khusus (special group) atau kelompok minoritas (minority group) anak berbakat
Special group yang lain è anak-anak berbakat yang secara sosial atau ekonomi kurang beruntung (disadvantage gifted children), kelompok anak-anak berbakat berprestasi kurang (underachievement gifted children), dan kelompok anak-anak wanita berbakat (female gifted children).
individu yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, baik yang sifatnya masih potensial, sehingga diramalkan mampu mencapai prestasi tinggi, ataupun yang sudah nyata-nyata menunjukkan prestasi tinggi, dalam satu atau lebih bidang kehidupan manusia, baik dalam bidang kemampuan intelektual umum, akademik khusus, berpikir kreatif-produktif, kepemimpinan, seni dan atau ketrampilan psikomotor, tetapi dalam perkembangannya mereka mengalami penyimpangan yang sedemikian rupa dari rata-rata normal dalam segi fisik, penginderaan, emosi, sosial, atau belajarnya, sehingga diperlukan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan kemampuannya secara maksimal.


Contoh  anak berbakat tuna/cacat :
  Thomas A. Edison, Albert Einstein, Aldous Huxley, Hellen Keller, Elizabeth Barret Browning, Ludwig von Beethoven, Itzhak Permian, Ray Charles, Stephen Hopkin, dan masih banyak lagi.
  Suatu penelitian mutakhir tentang pemilikan keberbakatan diantara para penyandang ketunaan, telah ditemukan di Jepang. Dilaporkan oleh Morishima (1974, dalam Blackhurst dan Berdine, 1981) bahwa Joshihiko Yamamoto, seorang pria Jepang yang dilaporkan memiliki IQ 40 ternyata seorang yang berbakat (gifted) dan mampu memenangkan lomba senilukis internasional.
D.    Klasifikasi Anak Berbakat Penyandanf Ketunaan

1.      Anak Berbakat Penyandang Tunanetra
  Buta è bila anak sudah tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar (visusnya = 0),
  Low vision, è mereka yang memiliki ketajaman penglihatan (visus) lebih dari 6/21
  Anak-anak berbakat yang memiliki ketajaman penglihatan (visus) lebih dari 6/21. Dalam praktek pendidikan di lapangan kemungkinan akan ditemukan dua kelompok anak berbakat penyandang tunanetra, yaitu anak berbakat yang low vision dan anak berbakat yang buta.
2.      Anak Berbakat Penyandang Tunarungu
  Tunarungu ada dua jenis è tuli (deaf) dan lemah/kurang pendengaran (hard of hearing)
  Kehilangan kemampuan mendengar 70 dB atau lebih
  Lemah pendengaran ialah mereka yang kehilangan kemampuan pendengaran antara 35 - 69 dB
  Anak berbakat penyandang tunarungu adalah anak-anak berbakat yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan pendengaran sehingga mengalami kesulitan atau ketidakmampuan dalam memahami bicara orang lain melalaui telinganya, dengan atau tanpa menggunakan alat bantu dengar. Dalam praktek pendidikan di lapangan kemungkinan akan ditemukan dua jenis anak berbakat penyandang tunarungu, yaitu anak, berbakat yang tuli dan anak berbakat yang menyandang lemah/ kurang pendengaran.
3.      Anak Berbakat Penyandang Tunadaksa
  Cerebral Palsy (CP), èmereka yang mengalami gangguan gerak karena kerusakan pada pusat syaraf, (kelompok D1)
  Poliomyelitis, è mereka yang mengalami gangguan gerak karena kerusakan pada syaraf tepi, (kelompok D), dan
  Muscular Distropi, è mereka yang mengalami gangguan gerak karena kerusakan pada otot dan cacat yang lainnya (kelompok D)
  Tunadaksa Murni (Orthopedically Handicapped Children) yaitu mereka yang mengalami gangguan gerak karena kecacatan pada otot, tulang, atau persendian, tetapi tidak disertai dengan gangguan dalam fungsi kecerdasan. Termasuk kelompok ini ialah anak poliomyelitis, muscular distropi, dan cacat ortopedi lainnya.
  Tunadaksa Kombinasi (Orthopedically Exceptional Children) yaitu mereka yang disamping mengalami gangguan gerak karena kecacatan pada otot, tulang, atau persedian juga disertai dengan gangguan dalam fungsi kecerdasan. Misalnya pada anak CP, walaupun tidak semuanya
  Anak berbakat penyandang tunadaksa adalah anak-anak berbakat yang dalam perkembangannya mengalami gangguan dalam fungsi gerak karena kecacatan dalam otot, tulang, atau persendian, sehingga menghambat aktivitasnya sehari-hari atau mengalami hambatan dalam memanfaatkan anggota tubuhnya secara wajar.
  Dalam praktek pendidikan dilapangan kemungkinan dapat ditemukan tiga jenis anak berbakat penyandang tunadaksa, yaitu: (1) Anak berbakat penyandang poliomyelitis, (2) Anak berbakat penyandang Cerebral Palsy, dan (3) Anak berbakat penyandang muscular distropi dan cacat ortopedi lainnya.
4.      Anak Berbakat Penyandang Tunalaras
Bentuk tunalaras:
  penyimpangan/gangguan tingkah laku (behavior disorder/ impairment disability},
  gangguan emosi (emotional disturbance/conflict), dan
  masalah penyesuaian sosial (social maladjusment)
Dalam pendidikan luar biasa :
  tunalaras sosial (Socially maladjusted)
  tunalaras emosi (emotional disturbance]
Kelompok tunalaras sosial
  perilaku agresif yang tidak mampu menyesuaikan diri sama sekali terhadap norma-norma di lingkungannya,
  mampu menyesuaikan diri tetapi terbatas pada lingkungan yang terbatas (kelompok gangnya), dan
  mampu menyesuaikan diri, tetapi kalau kebutuhannya atau keinginannya terhalangi kemudian muncul perilaku-perilaku yang primitif
Tunalaras emosi (emotional disturbance]
  Terjadinya penyimpangan-penyimpangan perilaku dikarenakan adanya gangguan dalam perkembangan emosinya.
  Pada kelompok ini, perkembangan sosialnya baik, tetapi karena emosinya terganggu sehingga fungsi sosialnya menjadi terhambat.
  suatu kondisi yang ditunjukkan dengan satu atau lebih ciri-ciri tertentu, yang muncul dalam suatu kurun waktu yang lama, dan disertai dengan tingkat/derajat yang tinggi, serta berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.
  ketidakmampuan belajar yang tidak bisa dijelaskan dari faktor intelektual, sensori, atau kesehatan,
  ketidakmampuan dalam membangun atau memelihara hubungan interpersonal yang memuaskan dengan kelompok atau gurunya,
  dalam kondisi normal mereka tidak mampu menunjukkan perilaku atau perasaanya secara tepat,
  diliputi perasaan tidak bahagia atau depresi, dan
  cenderung mengembangkan simtom-simtom fisik atau takut dalam menghadapi orang atau masalah-masalah sekolah.
Jenis-jenis tunalaras emosi
  Tunalaras emosi yang Agresif è bentuk penyimpangan perilakunya ditujukan ke luar, disertai dengan sikap permusuhan, penentangan, atau penolakan terhadap lingkungan yang dilakukan secara terbuka dengan maksud untuk menguasainya. Dilihat dari perilaku yang ditampakkan, kelompok ini dapat diklasifikasikan dalam tunalaras sosial, karena perilakunya tidak berbeda dengan tunalaras sosial
  Tunalaras emosi yang Pasif èbentuk penyimpangan perilakunya diarahkan ke dalam. Pada kelompok ini sikap-sikap permusuhan, penolakan, atau pertentangan dilakukan secara tertutup, sehingga cenderung tidak menimbulkan konflik yang serins dengan orang lain. Misalnya perilaku menarik diri, menjadi pemalu, dan sebagainya.
5.      Anak Berbakat Penyandang Kesulitan Belajar
Istilah umum sering dijumpai:
  1. problem belajar (learning problem),
  2. kesulitan belajar (learning difficulties),
  3. ketidakmampuan belajar (learning disability) dan
  4. ketidakmampuan belajar khusus (specific learning disability).
              Anak berbakat yang dalam perkembangannya mengalami gangguan atau hambatan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar (neurologis atau sistem syaraf pusat). Gangguan atau hambatan tersebut dapat meliputi gangguan dalam pengertian atau bahasa, membaca atau menulis. Manifestasinya dapat berupa ketidaksempurnaan dalam mendengar, berfikir, bicara, membaca, menulis, mengeja, berhitung (matematika), atau ketrampilan sosial.
              Dalam praktek pendidikan di lapangan ada kemungkinan. ditemukan bermacam-macam anak berbakat penyandang kesulitan belajar, di antaranya
  1. anak berbakat penyandang kesulitan belajar menulis,
  2. anak berbakat penyandang kesulitan belajar membaca,
  3. anak berbakat penyandang kesulitan belajar berhitung, dan
  4. anak berbakat penyandang kesulitan belajar ketrampilan sosial.