Dalam pembuatan status (catatan medik) parlu dicatat
dengan baik hasil pemeriksaan dan kemudian menyimpulkan hasil pemeriksaan
tersebut untuk menegakan diagnosis.
Pemeriksaan terdiri atas :
- Anamnesa
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan penunjang
- Diagnosis
- Diagnosis banding
- Rencana terapi
- Prognosis
Hal ini penting agar catatan medik memiliki nilai,
apabila diperlukan evaluasi dari hasil terapi serta melihat sejauh mana
persoalan yang dihadapi dapat dilaksanakan penyelesaiannya.
A. ANAMNESIS
Anamnesis terdiri dari Autoanamnesa
dan Alloanamnesa.
1. Autoanamnesa
Merupakan anamnesa yang diambil
langsung dari pasien yang memiliki keluhan. Dicatat tanggal pengambilan
anamnesa dari dan oleh siapa. Ditanyakan persoalan mengapa datang, untuk apa
dan kapan dikeluhkan. Biarkan penderita bercerita tentang keluhan sejak awal
dan apa yang dirasakan sebagai ketidakberesan, bagian apa dari anggota tubuhnya
/ lokalisasi perlu dipertegas sebab ada pengertian berbeda, misalnya “sakit di
kaki”, yang dimaksud kaki oleh orang awam adalah anggota gearak bawah dan
karenanya tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lututnya.
Kemudian tanyakan gejala suatu
penyakit atau beberapa penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat
melakukan anamnesis yan demikian diperlukan pengetahuan yang luas tentang
penyakit.
Ada beberapa hal yang menyebabkan
penderita datang untuk meminta pertolongan,
1) Sakit /
nyeri
Sifat dari sakit / nyeri
·
Lokasi setempat / meluas / menjalar.
·
Apa ada penyebabnya. Misalnya Trauma.
·
Sejak kapan dan apakah sudah pernah mendapat
pertolongan.
·
Bagaimana sifatnya ; pegel / seperti ditusuk – tusuk /
rasa panas / ditarik – tarik.
·
Intensitasnya ; terus – menerus / hanya waktu bergerak
/ waktu istirahat, dst.
·
Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering
hilanh timbul
2) Kekakuan /
kelemahan.
Kekakuan ;
Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku atau disertai nyeri
sehingga pergerakan terganggu.
Kelemahan ;
Apakah yang dimaksud dengan Instability atau kekuatan otot menurun / melemah /
kelumpuhan.
3) Kelainan
bentuk / pembengkokan
·
Angulasi / rotasi / discrepancy (pemendekan / selisih
panjang).
·
Benjolan atau karena ada pembengkakan.
Dari hasil
anamnesa yang baik secara aktif oleh penderita maupun aktif (ditanya oleh
pemeriksa) dipikirkan kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang
didapat dari anamnesis dapat dicocokan pada pemeriksaan fisik kemudian.
2.
Alloanamnesa
Pada dasarnya
sama dengan autoanamnesa, tetapi alloanamnesa didapat dari orang lain
selain penderita. Hal ini penting bila berhubungan dengan anak kecil / bayi,
orang tua yang sudah mulai demensia (pikun) atau penderita yang tidak sadar /
sakit jiwa.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Dibagi menjadi dua, yaitu ;
- Pemeriksaan Umum (Status Generalisata)
Perlu
menyebutkan ;
1)
Keadaan umum (KU) ; baik / buruk
Yang dicatat adalah tanda – tanda vital, yaitu :
·
Kesadaran penderita ; compos mentis / delirium /
soporus / coma.
·
Kesakitan
·
Tanda vital ; tensi, nadi, pernafasan dan suhu.
2)
Periksa dari mulai kepala, leher, dada (thorax), perut
(abdomen ; hati, lien), kelenjar getah bening serta kelamin.
3)
Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang
belakang).
2. Pemeriksaan
Setempat (Status Lokalis)
Harus
dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota tubuh
terutama mengenai status neurovaskuler. Disamping gerak perlu dilakukan
pengukuran bagian yang penting untuk membuat kesimpulan kelainan, apakah suatu
pembengkakan atau atrofi, serta melihat adanya selisih panjang (discrepancy).
Pada
pemeriksaan orthopedi / musculoskeletal yang penting adalah (appley) :
1)
Look (Inspeksi)
Perhatikan
apa yang dapat dilihat, antara lain :
·
Sikatrik (jaringan parut, baik yang alamiah maupun yang
buatan (bekas pembedahan))
·
Café au lait spot (birth mark)
·
Fistulae
·
Warna (kemerahan / kebiruan (livide) /
hiperpigmentasi)
·
Benjolan / pembengkakan / cekukan dengan hal – hal
yang tidak biasa, misalnya adanya rambut diatasnya, dst.
·
Posisi serta bentuk dari ekstremitas (deformitas).
·
Jalan pasien (gait, waktu masuk kamar periksa)
2)
Feel ( Palpasi)
Pada waktu ingin palpasi, terlebih
dahulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari posisi netral / posisi
anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua
arah, baik bagi pemeriksa maupun bagi penderita. Karena itu perlu selalu
diperhatikan wajah penderita atau menanyakan perasaan penderita.
Yang dicatat adalah :
·
Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban
kulit.
·
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi
atau hanya oedema, terutama daerah persendian.
·
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak
kelainannya (1/3 proksimal / medial / distal)
·
Otot, tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi.
·
Benjolan yang terdapat dipermukaan tulang atau melekat
pada tulang.
·
Sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya dan pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau tidak
dan ukurannya.
3)
Move / Gerak
Setelah memeriksa feel, pemeriksaan diteruskan dengan menggerakan anggota
gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada
pemeriksaan Move, periksalah bagian tubuh yang normal terlebih dahulu, selain
untuk mendapatkan kooperasi dari penderita, juga untuk mengetahui gerakan
normal penderita.
·
Apabila ada fraktur, tentunya akan terdapat gerakan
yang abnormal didaerah fraktur (kecuali fraktur incomplete).
·
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan
dari tiap arah pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan
ukuran metric. Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan
gerak.
·
Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat
disebabkan oleh factor intraarticuler atau ekstraarticuler.
·
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif
(apabila penderita sendiri yang menggerakan karena disuruh oleh pemeriksa) dan
gerak pasif (bila pemeriksa yang menggerakan).
Selain
pencatatan pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga
penting untuk melihat kemajuan / kemunduran pengobatan.
Dibedakan
istilah Contraction dan Contracture. Contraction adalah apabila perubahan
fisiologis dan contracture adalah apabila sudah ada perubahan anatomis.
Pada
pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring, juga perlu dilihat waktu
berdiri dan berjalan. Pada pemeriksaan jalan, perlu dinilai untuk mengetahui
apakah adanya pincang atau tidak. Pincang dapat disebabkan oleh karena
instability, nyeri, discrepancy atau fixed deformity.
3. Anggota Gerak Atas
1)
Sendi Bahu
Merupakan
sendi yang bergerak seperti bumi (Global Joint). Ada beberapa sendi yang
mempengaruhi gerak sendi bahu, yaitu :
·
Gerak tulang belakang
·
Gerak sendi stenoclavicula
·
Gerak sendi acromioclavicula
·
Gerak sendi gleno humeral
·
Gerak sendi scapulo thoracal (floating joint)
Karena gerakan tersebut sukar untuk
di isolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan diperiksa bersamaan kanan dan
kiri. Pemeriksa berdiri dibelakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila
penderita berbaring, maka pemeriksa ada disamping pasien.
2)
Sendi Siku
·
Gerak flexi ekstensi adalah gerakan ulna humeral
(olecranon terhadap humerus).
·
Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari
antebrachii dengan sumbu ulna. Hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk
menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
3)
Sendi Pergelangan Tangan
·
Untuk memeriksa pergerakan ini, perlu dilakukan fixasi
dan gerakan bagian lain kaki dengan memegang tumit dan dilakukan flexi (plantar
flexi) dan extensi (dorso flexi). Abduksi dan adduksi merupakan sebagian
gerakan subtalar (Talo calcaneal).
·
Inversi dan eversi merupakan gerakan seperti supinasi
dan pronasi dan merupakan gerakan dari kaki / tarsalia, sedangkan jari – jari
kaki seperti juga gerakan jari tangan (MTP, PIP, DIP)
4)
Tulang Belakang
Bagian yang cukup mobile adalah daerah leher dan pinggang. Pencatatan rotasi
mungkin masih mudah dicatat dengan derajat, tetapi flexi extensi biasanya
selain dengan derajat, dicatat dengan metric jarak dari dua titik tertentu.
Pertambahan panjang ukuran metric pada waktu bergerak flexi atau extensi dari
dua titik yang prominen, atau garis yang menghubungkan kanan dan kiri yang
memotong garis tegak pada ketinggian tertentu.
Ukuran panjang dengan lingkaran (diameter) ekstremitas perlu diukur.
C. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan
sinar roentgen (X-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang sulit, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi tambahan
(khusus) atas indikasi khusus untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan X-ray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang tersebut dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan, misalnya :
o
Untuk fraktur baru, indikasi X-ray adalah untuk
melihat jenis dan kedudukan fraktur dan karenanya perlu tampak seluruh bagian
tulang (kedua ujung persendian) karena kemungkinan terjadinya fraktur dan
dislokasi pada jenis fraktur tertentu, seperti :
·
Monteggeia
·
Galeazzi
·
Fraktur segmental femur dengan atau tanpa dislokasi
sendi panggul yan sering meleset diagnosisnya karena discrepancy yang terjadi
bukan saja oleh frakturnya melainkan juga karena adanya dislokasi.
Kelainan
tulang belakang, karena adanya super imposed dari iga dan sendi bahu seperti
darah cervico-thoracal atau pada fraktur acetabulum diperlukan proyeksi
oblique.
Hal yang
perlu dibaca pada X-ray adalah :
o
Bayangan jaringan lunak
o
Tipis tebalnya cortex sebagai akibat reaksi periost
atau karena akibat biomekanik (Wolff’s Law) atau rotasi.
o
Trabukulasi ada tidaknya rare fraction.
o
Sela sendi serta bentuk arsitektur sendi.
Selain foto
polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik khusus:
- Tomografi
Tomografi
telah berkembang lebih maju dengan adanya CT (Computerised Tomografy) yang
dapat membuat selain potongan longitudinal juga potongan tranversal / axial.
- Atau dengan contrast, seperti :
- Myelografy
- Arthrografy
- Fistulografy
- Scintigrafy menggunakan radioisotope untuk mengetahui penyebaran (metastasis).
- MRI / NMR (Magnectic Resonance Imaging atau Nuclear Magnectic Resonance)
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah untuk mengetahui tempat berapa jauh
dari patologi musculo skeletal diakibatkan / mengakibatkan gangguan saraf,
yaitu pemeriksaan : EEG, EMG, MMT
Untuk membedakan kekuatan otot (0 – 5) dan sensoris / sensible deficit dengan
pemeriksaan neurologist yang baik.
Biofeedback terhadap response stimulasi walaupun klinis secara kasar dapat
dibedakan antara kelainan :
- UMN
- LMN
Pemeriksaan
laboratorium penunjang lainnya adalah :
- Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui keadaan umum, infeksi akut / menahun.
- Atas indikasi tertentu, diperlukan pemeriksaan :
ü
Kimia darah
ü
Reaksi imunologi
ü
Fungsi hati / ginjal
Bahkan kalau
perlu dilakukan pemeriksaan Bone Marrow
- Pemeriksaan urin rutin (+Esbach, Bence jones)
- Pemeriksaan micro organism kultur dan sensitivity test.
tks informasinya.....
BalasHapushttp://perbanelastis.blogspot.co.id/p/prop.html
tks informasinya.....
BalasHapushttp://perbanelastis.blogspot.co.id/p/prop.html