A. Defenisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara
signifikan mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial,
dan emosional) dalam proses pertumbuh kembangannya dibandingkan dengan
anak-anak lain yang seusia sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak
Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan
khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk
pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi
mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan
menjadi tulisan Braille
dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai
dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk
tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB
bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk
cacat ganda.
B.
Jenis dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru antara lain :
a.
Tunagrahita (Mental retardation)
Ada beberapa definisi
dari tunagrahita, antara lain:
1.
American Association on
Mental Deficiency (AAMD) dalam B3PTKSM, (p. 20) mendefinisikan retardasi
mental/tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di
bawah rata-rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes individual;
yang muncul sebelum usia 16 tahun; dan menunjukkan hambatan dalam perilaku
adaptif.
2.
Definisi tunagrahita
yang dipublikasikan oleh American Association on Mental Retardation (AAMR). Di
awal tahun 60-an, tunagrahita merujuk pada keterbatasan fungsi intelektual umum
dan keterbatasan pada keterampilan adaptif. Keterampilan adaptif mencakup area
: komunikasi, merawat diri, home living, keterampilan sosial, bermasyarakat,
mengontrol diri, functional academics, waktu luang, dan kerja. Menurut definisi
ini, ketunagrahitaan muncul sebelum usia 18 tahun.
3.
Menurut WHO seorang
tunagrahita memiliki dua hal yang esensial yaitu fungsi intelektual secara
nyata di bawah rata-rata dan adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri
dengan norma dan tututan yang berlaku dalam masyarakat.
b. Tunalaras (Emotional or
behavioral disorder)
Tunalaras adalah individu yang mengalami
hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras
biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan
aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor
internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
Menurut Eli M. Bower (1981), anak dengan
hambatan emosional atau kaelainan perilaku, apabila menunjukkan adanya satu
atau lebih dari lima komponen berikut:
1.
Tidak mampu belajar
bukan disebabkan karena factor intelektual, sensori atau kesehatan.
2.
Tidak mampu untuk
melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru.
3.
Bertingkah laku atau
berperasaan tidak pada tempatnya.
4.
Secara umum mereka
selalu dalam keadaan pervasive dan tidak menggembirakan atau depresi.
5.
Bertendensi kea rah
symptoms fisik: merasa sakit atau ketakutan berkaitan dengan orang atau
permasalahan di sekolah.
c. Tunarungu Wicara
(Communication disorder and deafness)
Tunarungu adalah individu yang memiliki
hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi
tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
1. Gangguan
pendengaran sangat ringan(27-40dB),
2. Gangguan
pendengaran ringan(41-55dB),
3. Gangguan
pendengaran sedang(56-70dB),
4. Gangguan
pendengaran berat(71-90dB),
5. Gangguan
pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB).
Karena memiliki hambatan dalam
pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga
mereka biasa disebut tunawicara.
Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat,
untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat
bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang
dikembangkan komunikasi total
yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan
bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari
sesuatu yang abstrak.
d. Tunanetra (Partially seing
and legally blind)
Tunanetra adalah individu yang memiliki
hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua
golongan yaitu: buta total (Blind)
dan low vision.
Definisi Tunanetra menurut Kaufman &
Hallahan adalah individu yang memiliki
lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi
atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan
dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra
yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip
yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra
adalah media yang digunakan harus bersifat taktual
dan bersuara,
contohnya adalah penggunaan tulisan braille,
gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara
adalah tape recorder
dan peranti lunak JAWS.
Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar
mengenai Orientasi dan Mobilitas.
Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui
tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih
(tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
e. Tunadaksa (physical
disability)
Tunadaksa adalah individu yang memiliki
gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular
dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan,
termasuk celebral palsy,
amputasi, polio, dan
lumpuh. Tingkat gangguan pada
tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik
tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki
keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu
memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol
gerakan fisik.
f. Tunaganda (Multiple
handicapped)
Menurut Johnston & Magrab, tunaganda
adalah mereka yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang
mempunyai hambatan-hambatan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu
atau dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa,
atau hubungan pribadi di masyarakat
g. Kesulitan Belajar (Learning
disabilities)
Anak dengan kesulitan belajar adalah
individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis
yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat
memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung,
berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi,
brain injury,
disfungsi minimal otak,
dislexia,
dan afasia
perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas
rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi
gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.
Berikut adalah karakteristik anak yang
mengalami kesulitan belajar dalam membaca, menulis dan berhitung:
1.
Anak yang mengalami
kesulitan membaca (disleksia)
2.
Perkembangan kemampuan
membaca terlambat,
3.
Kemampuan memahami isi
bacaan rendah,
4.
Kalau membaca sering
banyak kesalahan
h. Anak Berbakat (Giftedness and
special talents)
Menurut Milgram, R.M (1991:10), anak
berbakat adalah mereka yang mempunyai skor IQ 140 atau lebih diukur dengan
instrument Stanford Binet (Terman, 1925), mempunyai kreativitas tinggi
(Guilford, 1956), kemampuan memimpin dan kemampuan dalam seni drama, seni tari
dan seni rupa (Marlan, 1972).
Anak berbakat mempunyai empat kategori,
sebagai berikut:
1.
Mempunyai kemampuan
intelektual atau intelegensi yang menyeluruh, mengacu pada kemampuan berpikir
secara abstrak dan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan masuk akal.
2.
Kemampuan intelektual
khusus, mengacu pada kemampuan yang berbeda dalam matematika, bahasa asing,
music, atau ilmu pengetahuan alam.
3.
Berpikir kreatif atau
berpikir murni menyeluruh. Pada umumnya mampu berpikir untuk menyelesaikan
masalah yang tidak umum dan memerlukan pemikiran tinggi.
4.
Mempunyai bakat kreatif
khusus, bersifat orisinil dan berbeda dengan yang lain.
Dari keempat kategori di atas, maka anak
berbakat adalah mereka yang mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul dalam
segi intelektual, teknik, estetika, social, fisik (Freemen, J. 1975:120),
akademik, psikomotor dan psikososial (Sisk,1987 dalam Amin, M. 1996:3).
C. Strategi Pembelajaran Bagi Anak Berkbutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer (sementara)
dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer meliputi:
anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah,
anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah
perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban
HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention
Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar,
Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Untuk
menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan inklusif di Indonesia, tentu
memerlukan strategi khusus. Pendidikan inklusi mempunyai pengertian yang
beragam. Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah
inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang
sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan
yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu,
sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi
bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman
sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat
terpenuhi. Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) menyatakan bahwa: pendidikan
inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang,
dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas
reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun
jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, Sapon-Shevin
(O’Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai
sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan
dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman
seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya perombakan sekolah, sehingga
menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak,
sehingga sumber belajar menjadi memadai dan mendapat dukungan dari semua pihak,
yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Melalui
pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal)
untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini
dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan
anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Dalam hal
ini, ada empat strategi pokok yang diterapkan pemerintah, yaitu: peraturan
perundang-undangan yang menyatakan jaminan kepada setiap warga negara Indonesia
(termasuk ABK temporer dan permanen) untuk memperoleh pelayanan pendidikan,
memasukkan aspek fleksibilitas dan aksesibilitas ke dalam sistem pendidikan
pada jalur formal, nonformal, dan informal. Selain itu, menerapkan pendidikan
berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan mengoptimalkan peranan
guru.
Di bawah ini
beberapa strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus:
1.
Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra
Strategi
pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari
semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan,
materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi
sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal
yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi
pembelajaran , antara lain:
a.
Berdasarkan pengolahan pesan terdapat dua strategi
yaitu strategi pembelajaran deduktif dan induktf.
b.
Berdasarkan pihak pengolah pesan yaitu strategi
pembelajaran ekspositorik dan heuristic.
c.
Berdasarkan pengaturan guru yaitu strategi
pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.
d.
Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi klasikal,
kelompok kecil dan individual.
e.
Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi
tatap muka, dan melalui media.
Selain
strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan
yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.
2.
Strategi pembelajaran bagi
anak berbakat
Strategi
pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak berbakat akan mendorong anak
tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam meneentukan
strategi pembelajaran adalah :
a.
Pembelajaran harus diwarnai dengan kecepatan dan
tingkat kompleksitas.
b.
Tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual
semata tetapi juga mengembangkan kecerdasan emosional.
c.
Berorientasi pada modifikasi proses, content dan
produk.
Model-model
layanan yang biasa diberikan pada anak berbakat yaitu model layanan
perkembangan kognitif-afektif, nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus.
3. Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita
Strtegi pembelajaran
anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda dengan
strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi yang
dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita antara lain;
a.
Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan
b.
Strategi kooperatif
c.
Strategi modifikasi tingkah laku
4. Strategi pembelajaran bagi anak tunadaksa
Strategi
yang biasa diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat
pendidikan, sebagai berikut:
a.
Pendidikan integrasi (terpadu)
b.
Pendidikan segresi (terpisah)
c.
Penataan lingkungan belajar
5. Strategi pembelajaran bagi anak
tunalaras
Untuk
memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan
model-model pendekatan sebagai berikut;
a.
Model biogenetic
b.
Model behavioral/tingkah laku
c.
Model psikodinamika
d.
Model ekologis
6. Strategi pembelajaran bagi anak dengan kesulitan belajar
a. Anak
berkesulitan belajar membaca yaitu melalui program delivery dan remedial
teaching
- Anak berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat kesalahan.
- Anak berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.
7. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu
Strategi
yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif,
induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif
dan modifikasi perilaku.
yaitu
dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam
semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi
secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi:
a.
Merumuskan secara tegas
sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education).
b.
Merumuskan sifat
hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man).
c.
Merumuskan secara tegas
hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
d.
Merumuskan hubungan
antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
e.
Merumuskan hubungan
antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan
(sistem pendidikan).
f.
Merumuskan sistem nilai
norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar