Ada 3 macam model pembelajaran,
diantaranya :
1. Model
Struktur Intelek Guilford
Teori
Guilford menerangkan tentang inteligensi yang diartikan sebagai kemampuan
seseorang dalam menjawab melalui situasi sekarang untuk semua peristiwa masa
lalu dan mengantisipasi masa yang akan datang. Dalam konteks ini maka belajar
adalah termasuk berpikir, atau berupaya berpikir untuk menjawab segala masalah
yang dihadapi. Konsepnya
memang kompleks, karena setiap masalah akan berbeda cara penanganannya bagi
setiap orang. Untuk itu diperlukan perilaku cerdas/inteligen, yang tentu sangat
berbeda dengan perilaku noncerdas/inteligen. Yang pertama (perilaku
cerdas/inteligen) ditandai dengan adanya sikap dan perubahan kreatif, kritis,
dinamis, dan memiliki motivasi, sedangkan yang kedua keadaannya sebaliknya.
Pengertian kebiasaan juga mengandung arti kebiasaan kreatif, bukan kebiasaan
pasif reaktif (mekanis) seperti pada pandangan kaum behavioris. Guilford mengeluarkan satu model untuk menjelaskan
kreativitas manusia yang disebutnya sebagai Model Struktur Intelek (Structure
of Intellect). Dalam model ini, Guilford menjelaskan bahwa
kreativitas manusia pada dasarnya berkaitan dengan
proses berpikir konvergen dan divergen. Konvergen adalah
cara berfikir untuk memberikan satu-satunya jawaban yang benar. Sedangkan berpikir
divergen adalah proses berfikir yang memberikan serangkaian alternatif jawaban
yang beraneka ragam. Kemampuan berfikir divergen dikaitkan
dengan kreativitas ditunjukkan oleh beberapa karakteristik berikut:
1.
Kelancaran, yaitu
kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar ide-ide atau solusi masalah dalam
waktu singkat.
2.
Fleksibilitas, yaitu
kemampuan untuk secara bersamaan mengusulkan berbagai pendekatan untuk masalah
tertentu.
3.
Orisinalitas, yaitu
kemampuan untuk memproduksi hal baru, ide-ide asli.
4.
Elaborasi, yaitu
kemampuan untuk melakukan sistematisasi dan mengatur rincian ide di kepala dan
membawanya keluar.
Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu
proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan
berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Guilford
meyakini bahwa standar tes inteligensi yang ada pada saat itu tidak
mendukung proses berpikir divergen. Tes inteligensi tidak dirancang untuk
mengukur hal ini, tetapi tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses
berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban
atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan
akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan
pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat
berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.
Model struktur intelektual (SI) diilustrasikan
oleh Guilford dalam bentuk sebuah kubus dengan masing-masing
dimensi mewakili faktor-faktor intelektual yang bersesuaian satu
sama lain. Dimensi-dimensi tersebut ialah:
a. Dimensi
Konten/Isi
Dimensi
konten atau isi ini mencakup bidang atau tipe informasi dalam operasi yang
diterapkan. Dimensi konten atau isi dibagi menjadi empat kategori, namun dalam
perkembangannya kemudian berubah menjadi lima, yaitu auditori dan visual
dipisahkan. Kategori-kategori yang berada pada dimensi konten adalah sebagai
berikut:
1) Figural
Informasi yang berupa figur,
non-verbal, atau bentuk yang menggambarkan keadaan suatu objek. Kategori
figural ini kemudian dibagi menjadi dua, yaitu:
a.
Auditory -
Informasi dirasakan melalui pendengaran.
b.
Visual -
Informasi dirasakan melalui melihat.
2) Simbolik
Informasi yang diproses di sini
dapat mempunyai bentuk yang sama seperti isi figural, akan tetapi arti yang
dikehendaki merupakan penggambaran objek lain, jadi memiliki maksud selain
objek itu sendiri.
3)
Semantik
Informasi yang harus diproses berupa
input yang disajikan secara lisan.
4)
Perilaku
Informasi berupa tindakan
individu. Isi kemampuan inilah yang dapat disamakan dengan konsep inteligensi
sosial menurut teori Thorndike.
b.
Dimensi Produk
Seperti
namanya dimensi ini berisi hasil penerapan operasi tertentu untuk isi tertentu.
Menurut tingkatan kompleksitasnya terdapat enam jenis produk yaitu:
1.
Unit/satuan, merupakan satu item
informasi
2.
Kelas, merupakan satu set item yang berbagi
beberapa atribut atau produk kelas berupa respon dalam bentuk kelompok kelas.
3.
Hubungan, merupakan produk yang di
dalamnya terdapat koneksi antara item atau variabel, kemungkinan terkait
sebagai bertentangan atau dalam asosiasi, urutan, atau analogi.
4.
Sistem , merupakan sebuah organisasi
item atau jaringan dengan bagian-bagian yang berinteraksi, jadi strukturnya
terorganisasikan secara keseluruhan.
5.
Transformasi, merupakan perubahan
perspektif, konversi, atau mutasi ke pengetahuan; seperti membalik urutan huruf
dalam sebuah kata.
6.
Implikasi, merupakan prediksi,
kesimpulan, konsekuensi, atau antisipasi pengetahuan.
c.
Dimensi Operasi
Terdiri dari 5 jenis yaitu :
1.
Kognisi, merupakan proses penemuan
suatu informasi yaitu kemampuan untuk mengerti, memahami, menemukan, dan
menjadi sadar.
2.
Memori, merupakan kemampuan untuk
mengkodekan informasi dan mengingat kembali informasi yang pernah diterima.
Kategori memori ini dibagi menjadi:
·
Memori retensi, yaitu kemampuan
untukmenahan atau mengingat informasi.
·
Memori reproduksi - Kemampuan
untuk memproduksi kembali informasi.
3.
Pemikiran divergen, merupakan proses
pikiran terhadap arah yang berbeda-beda dan beraneka ragam dari informasi yang
telah ada.
4.
Pemikiran konvergen, merupakan
proses menyimpulkan solusi tunggal untuk masalah.
5.
Evaluasi, merupakan proses menilai
apakah jawaban yang akurat, konsisten, atau valid.
2. Model
Ranah Afektif – Kognitif Williams
Sebuah
model yang dikembangkan untuk merangsang kreativitas pada anak berbakat
dikembangkan oleh Williams terdiri dari tiga dimensi.
Dimensi
1 (D1) dimensi kurikulum
Dimensi
2 (D2) strategi pembelajaran
Dimensi
3 (D3) prilaku siswa seperti prilaku kognitif – afektif
Dengan
menggunakan model Williams sebagai rujukan, guru dapat mengembangkan pelajaran
dalam bidang-bidang pengajaran yang berbeda dapat merencanakan tujuan
pembelajaran bagi anak berbakat secara spesifik.
3.
Model Synectics Gordon
Menurut Gordon
(dalam Sakdiahwati, 2008) model sinektik dapat dipahami sebagai strategi
mempertemukan berbagai macam unsur, dengan menggunakan kiasan untuk memperoleh
satu pandangan baru. Inti dari model sintektiks ialah aktivitas metapora
yang meliputi analogi langsung, analogi personal dan konflik yang dipadatkan.
Suatu pendekatan baru yang menarik dalam mengembangkan
kreativitas telah dirancang oleh Gordon dengan nama sinektik. Model sinektik
ini merupakan strategi pengajaran yang baik sekali untuk mengembangkan
kemampuan kreatif dalam menulis (Joyce dan Weil, 1980:182). Dalam proses
pengajaran bahasa, pengembangan dimensi kreativitas sangat penting dan dapat
dilaksanakan melalui berbagai kegiatan berbahasa. Kreativitas merupakan hal
yang penting dan menjadi salah satu ciri manusia yang berkualitas. Model
Pembelajaran Sinektik. Menggabungkan semua model mengajar yang bisa
dikembangkan sebagai inovatis dan kreatif.
Gordon dalam Joyce dan Weil ( 1986-164-165 )
mendasarkan model sinektiks ini pada empat ide yang menentang pandangan lama
tentang kreativitas seperti berikut :
1.
Kreativitas
sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua orang setiap hari
bergulat dengan masalah yang menuntut kreativitas dalam berbagai bidang
kehidupan. Gordon menitikberatkan kreativitas sebagai salah satu bagian dari
pekerjaaan dan waktu senggang sehari-hari. Oleh karena itu model ini dirancang
untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah,
mengekspresikan sesuatu secara kreatif, menunjukkan emphathy, dan memiliki
wawasan sosial. Di samping itu ditekankan pula makna dan ide-ide yang dapat
diperkuat melalui aktivitas yang kreatif dengan cara melihat sesuatu lebih
luas.
2.
Proses
kreativitas bukanlah hal misterius. Ia dapat dipaparkan, karena itu sangat
mungkin untuk melatih seseorang secara langsung sehingga dapat meningkatkan
kreativitasnya. Gordon percaya bahwa seseorang dapat memahami inti dari proses
kreatif dan ia akan dapat menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari secara
bebas sebagai anggota masyarakat. Proses pengembangan kreativitas ini dapat
dilakukan dalam suasana pendidikan formal.
3.
Penemuan yang
kreatif pada hakikatnya sama dalam berbagai bidang dan ditandai oleh proses
intelektual yang melatarbelakangi. Diyakini oleh Gordon, bahwa proses berfikir
mencipta dalam kiat atau seni erat sekali hubungannya dengan proses berpikir
dalam ilmu.
4.
Penemuan yang
kreatif dari individu dan kelompok pada dasarnya serupa. Individu dan kelompok
membangkitkan ide dan hasil dalam bentuk yang serupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar