Kamis, 20 Desember 2012

Model Pembelajaran Anak Berbakat Penyandang Ketunaan



Ada 3 macam model pembelajaran, diantaranya :
1.      Model Struktur Intelek Guilford
Teori Guilford menerangkan tentang inteligensi yang diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menjawab melalui situasi sekarang untuk semua peristiwa masa lalu dan mengantisipasi masa yang akan datang. Dalam konteks ini maka belajar adalah termasuk berpikir, atau berupaya berpikir untuk menjawab segala masalah yang dihadapi. Konsepnya memang kompleks, karena setiap masalah akan berbeda cara penanganannya bagi setiap orang. Untuk itu diperlukan perilaku cerdas/inteligen, yang tentu sangat berbeda dengan perilaku noncerdas/inteligen. Yang pertama (perilaku cerdas/inteligen) ditandai dengan adanya sikap dan perubahan kreatif, kritis, dinamis, dan memiliki motivasi, sedangkan yang kedua keadaannya sebaliknya. Pengertian kebiasaan juga mengandung arti kebiasaan kreatif, bukan kebiasaan pasif reaktif (mekanis) seperti pada pandangan kaum behavioris. Guilford mengeluarkan satu model untuk menjelaskan kreativitas manusia yang disebutnya sebagai Model Struktur Intelek (Structure of Intellect). Dalam model  ini, Guilford menjelaskan bahwa kreativitas manusia pada dasarnya berkaitan dengan proses berpikir konvergen dan divergen. Konvergen adalah cara berfikir untuk memberikan satu-satunya jawaban yang benar. Sedangkan berpikir divergen adalah proses berfikir yang memberikan serangkaian alternatif jawaban yang beraneka ragam. Kemampuan berfikir divergen dikaitkan dengan kreativitas ditunjukkan oleh beberapa karakteristik berikut:
1.      Kelancaran, yaitu kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar ide-ide atau solusi masalah dalam waktu singkat.
2.      Fleksibilitas, yaitu kemampuan untuk secara bersamaan mengusulkan berbagai pendekatan untuk masalah tertentu.
3.      Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk memproduksi hal baru, ide-ide asli.
4.      Elaborasi, yaitu kemampuan untuk melakukan sistematisasi dan mengatur rincian ide di kepala dan membawanya keluar.

Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Guilford meyakini bahwa standar tes inteligensi yang ada pada saat itu tidak mendukung proses berpikir divergen. Tes inteligensi tidak dirancang untuk mengukur hal ini, tetapi tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.
Model struktur intelektual (SI) diilustrasikan oleh Guilford dalam bentuk sebuah kubus dengan masing-masing dimensi mewakili faktor-faktor intelektual yang bersesuaian satu sama lain. Dimensi-dimensi tersebut ialah:
a.     Dimensi Konten/Isi 
Dimensi konten atau isi ini mencakup bidang atau tipe informasi dalam operasi yang diterapkan. Dimensi konten atau isi dibagi menjadi empat kategori, namun dalam perkembangannya kemudian berubah menjadi lima, yaitu auditori dan visual dipisahkan. Kategori-kategori yang berada pada dimensi konten adalah sebagai berikut:
1)      Figural
Informasi yang berupa figur, non-verbal, atau bentuk yang menggambarkan keadaan suatu objek. Kategori figural ini kemudian dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Auditory - Informasi dirasakan melalui pendengaran.
b.      Visual - Informasi dirasakan melalui melihat.

2)      Simbolik
Informasi yang diproses di sini dapat mempunyai bentuk yang sama seperti isi figural, akan tetapi arti yang dikehendaki merupakan penggambaran objek lain, jadi memiliki maksud selain objek itu sendiri.
3)      Semantik
Informasi yang harus diproses berupa input yang disajikan secara lisan.
4)      Perilaku 
Informasi berupa  tindakan individu. Isi kemampuan inilah yang dapat disamakan dengan konsep inteligensi sosial menurut  teori Thorndike.

b.   Dimensi Produk
Seperti namanya dimensi ini berisi hasil penerapan operasi tertentu untuk isi tertentu. Menurut tingkatan kompleksitasnya terdapat enam jenis produk yaitu:
1.      Unit/satuan, merupakan satu item informasi
2.      Kelas, merupakan satu set item yang berbagi beberapa atribut atau produk kelas berupa respon dalam bentuk kelompok kelas.
3.      Hubungan, merupakan produk yang di dalamnya terdapat koneksi antara item atau variabel, kemungkinan terkait sebagai bertentangan atau dalam asosiasi, urutan, atau analogi.
4.      Sistem , merupakan sebuah organisasi item atau jaringan dengan bagian-bagian yang berinteraksi, jadi strukturnya terorganisasikan secara keseluruhan.
5.      Transformasi, merupakan perubahan perspektif, konversi, atau mutasi ke pengetahuan; seperti membalik urutan huruf dalam sebuah kata.
6.      Implikasi, merupakan prediksi, kesimpulan, konsekuensi, atau antisipasi pengetahuan.

c.       Dimensi Operasi
              Terdiri dari 5 jenis yaitu :
1.      Kognisi, merupakan proses penemuan suatu informasi yaitu kemampuan untuk mengerti, memahami, menemukan, dan menjadi sadar.
2.      Memori, merupakan kemampuan untuk mengkodekan informasi dan mengingat kembali informasi yang pernah diterima. Kategori memori ini dibagi menjadi:
·         Memori retensi, yaitu kemampuan untukmenahan atau mengingat informasi.
·         Memori reproduksi - Kemampuan untuk memproduksi kembali informasi.
3.      Pemikiran divergen, merupakan proses pikiran terhadap arah yang berbeda-beda dan beraneka ragam dari informasi yang telah ada.
4.      Pemikiran konvergen, merupakan proses menyimpulkan solusi tunggal untuk masalah.
5.      Evaluasi, merupakan proses menilai apakah jawaban yang akurat, konsisten, atau valid.
2.      Model Ranah Afektif – Kognitif Williams
Sebuah model yang dikembangkan untuk merangsang kreativitas pada anak berbakat dikembangkan oleh Williams terdiri dari tiga dimensi.
Dimensi 1 (D1) dimensi kurikulum
Dimensi 2 (D2) strategi pembelajaran
Dimensi 3 (D3) prilaku siswa seperti prilaku kognitif – afektif
Dengan menggunakan model Williams sebagai rujukan, guru dapat mengembangkan pelajaran dalam bidang-bidang pengajaran yang berbeda dapat merencanakan tujuan pembelajaran bagi anak berbakat secara spesifik.

3.      Model Synectics Gordon
Menurut Gordon (dalam Sakdiahwati, 2008) model sinektik dapat dipahami sebagai strategi mempertemukan berbagai macam unsur, dengan menggunakan kiasan untuk memperoleh satu  pandangan baru. Inti dari model sintektiks ialah aktivitas metapora yang meliputi analogi langsung, analogi personal dan konflik yang dipadatkan.
Suatu pendekatan baru yang menarik dalam mengembangkan kreativitas telah dirancang oleh Gordon dengan nama sinektik. Model sinektik ini merupakan strategi pengajaran yang baik sekali untuk mengembangkan kemampuan kreatif dalam menulis (Joyce dan Weil, 1980:182). Dalam proses pengajaran bahasa, pengembangan dimensi kreativitas sangat penting dan dapat dilaksanakan melalui berbagai kegiatan berbahasa. Kreativitas merupakan hal yang penting dan menjadi salah satu ciri manusia yang berkualitas. Model Pembelajaran Sinektik. Menggabungkan semua model mengajar yang bisa dikembangkan sebagai inovatis dan kreatif.

Gordon dalam Joyce dan Weil ( 1986-164-165 ) mendasarkan model sinektiks ini pada empat ide yang menentang pandangan lama tentang kreativitas seperti berikut :
1.      Kreativitas sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua orang setiap hari bergulat dengan masalah yang menuntut kreativitas dalam berbagai bidang kehidupan. Gordon menitikberatkan kreativitas sebagai salah satu bagian dari pekerjaaan dan waktu senggang sehari-hari. Oleh karena itu model ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah, mengekspresikan sesuatu secara kreatif, menunjukkan emphathy, dan memiliki wawasan sosial. Di samping itu ditekankan pula makna dan ide-ide yang dapat diperkuat melalui aktivitas yang kreatif dengan cara melihat sesuatu lebih luas.
2.      Proses kreativitas bukanlah hal misterius. Ia dapat dipaparkan, karena itu sangat mungkin untuk melatih seseorang secara langsung sehingga dapat meningkatkan kreativitasnya. Gordon percaya bahwa seseorang dapat memahami inti dari proses kreatif dan ia akan dapat menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari secara bebas sebagai anggota masyarakat. Proses pengembangan kreativitas ini dapat dilakukan dalam suasana pendidikan formal.
3.      Penemuan yang kreatif pada hakikatnya sama dalam berbagai bidang dan ditandai oleh proses intelektual yang melatarbelakangi. Diyakini oleh Gordon, bahwa proses berfikir mencipta dalam kiat atau seni erat sekali hubungannya dengan proses berpikir dalam ilmu.
4.      Penemuan yang kreatif dari individu dan kelompok pada dasarnya serupa. Individu dan kelompok membangkitkan ide dan hasil dalam bentuk yang serupa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar