Rabu, 12 Desember 2012

IDENTIFIKASI ANAK BERBAKAT PENYANDANG KETUNAAN



A.    Beberapa Masalah Dalam Identifikasi Anak Berbakat Penyandang Ketunaan
Berdasarkan hasil rumusan Seminar Nasional dan Lokakarya Alternatif Program Pendidikan bagi Anak Berbakat di Jakarta Tahun 1981, maka konsep keberbakatan melipuuti dua hal yaitu:
1.      Mereka yang secara potensial memiliki kemampuan-kemampuan unggul sehingga diperkirakan dapat mencapai prestasi tinggi dalam satu atau lebih bidang kehidupan manusia.
2.      Mereka yang sudah mampu mengaktulisasikan kemampuan-kemampuan unggulya tersebut sehingga secara nyata mampu menunjukkan prestasi tinggi dalam satu hal atau lebih bidang kehidupan manusia.
Berdasarkan konsep tersebut anak berbakat penyandang ketunaan terbagi dalam dua kelompok, yaitu:
1.      Mereka yang masih bersifat potensial
Pada kelompok ini relative lebih sulit untuk diidentifikasi, dikarenakan belum ditampakkannya gejala-gejala tertentu yang dapat dijadikan dasar untuk menduga keberbakatan mereka
2.      Mereka yang sudah mampu mengaktualkan keberbakatannya
Kelompok ini lebih relative mudah untuk diidentifikasi, karena cirri-ciri keberbakatannya sudah ditampilkan secara nyata dalam bentuk prestasi tinggi dalam satu atau lebih bidang kehidupan. tanda-tanda keberbakatan sudah ditampilkan, tinggal ditelusuri lebih jauh apakah memeuhi criteria minimal sebagai seorang tuna yang berbakat atau tidak.

            Masalahnya adalah bagaimana menemukan kedua kelompok tersebut, sehingga mereka dapat megembangkan keberbakatanya secara optimal.
            Dibandingkan dengan identifikasi keberbakatan pada anak yang tidak tuna, identifikasi pada anak berbakat penyandang ketunaan cenderung lebih sulit. kesulitan tersebut karena ada beberapa masalah yang mungkin muncul diantaranya:
1.   Ciri-ciri keberbakatan tidak ditampilkan secara konsisten berdasarkan waktu dan tempat
2.   Keberbakatan yang dimiliki masih bersifat pontensial dan tidak ditampakkan secara nyata dalam perilaku sehari-hari karena terhambat oleh ketunaan
3.   Lingkungan lebih focus dengan ketunaannya, bahkan beraggapan mustahil mereka memiliki potensi unggul
4.   Anak sengaja tidak mau menampakkan keberbakatannya untuk menghidari tuntutan yang lebih besar dari lingkungan
5.   Ketidaksiapan mental anak utuk diidentifikasi secara formal melalui tes-tes atau tugas-tugas tertentu, terutama bila dilakukan secara kelompok
6.   Kesulitan dalam menjawab atau merespon pertanyaan-pertanyaan, tugas-tugas, atau item-item yang diberikan
7.   Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan guru anak tuna dalam mengidentifikasi keberbakatan siswannya
8.   Terbatasnya instrumen-instrumen tes standar yang sesuai dengan karakteristik anak
9.   Kecendrungan lingkungan untuk meremehkan prestasi anak tuna, kecuali melebihi prestasi anak normal pada umumya
10.  Keterbatasan keterampilan dan pengetahuan ahli dalam identifikasi keberbakatan anak tuna. sering menggunakan criteria minimal yag sama dengan anak normal tanpa mempertimbangkan ketunaannya.
11.  Keterbatasan informasi yang digunakan untuk evaluasi keberbakatan anak.
           Sehubungan dengan adanya masalah-masalah yang mungkin ditemukan tersebut, dalam identifikasi keberbakatan terhadap anak tuna perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
B.     Identifikasi hendaknya dilakukan dengan pendekatan jamak
           Pelaksanaan identifikasi anak berbakat penyadang ketunaan hendaknya tidak terbatas pada pendekatan melalui penggunan tes-tes psikologi yang sudah distandarisasi, tetapi harus dilakukan pula dengan pendekatan lain. pendakatan lain tersebut ialah pendekatan tanpa tes, seperti observasi dan yang lainnya. dengan demikian data yang diperoleh dapat mengambarkan keadaan yang sesungguhya.
           Pada umumnya tidak semua jenis tes psikologi yang bisa digunakan identifikasi keberbakatan pada anak normal, cocok diterapakan untuk anak yang tuna. Dalam melaksanakan idetifikasi keberbakatan para penyandang ketunaan, tes-tes psikologi mana yang digunakan harus dipilih atau disesuaikan dengan kondisi anak tersebut. Misalnya untuk identifikasi keberbakatan itelektual anak tunarungu, harus dipilih jenis tes yang istruksinya sedikit menggunakan bahasa dan tidak menuntut jawaban-jawaban verbal dari anak, sehingga akan lebih tepat kalau digunakan tes yang menuntut jawaban secara visual atau kinestetik.
           Dalam evaluasi tes seyogyanya digunakan criteria yang relative berbeda dengan criteria yang dipakai pada anak biasa. Disamping itu juga perlu mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan anak dalam merespon atau menjawab item tes yang diberikan.
           Masker (1977, dalam Utami Munandar, 1995) mengajurkan bahwa hasil identifikasi anak tuna harus dibadingkan dengan anak dengan ketunaan yang sama, dan ciri-ciri yang memungkinkan anak tuna dapat mengimbangi kecacatannya secara efektif harus ditimbang secara seksama. Ia mencontohkan untuk mengimbangi ketidakmampuan menulis, kemampuan verbal dan kogitif harus diberi bobot lebih.
           Hal lain yang perlu diperhatikan adalah perlunya modifikasi terhadap item-item atau petunjuk-petunjuk tes sesuai dengan kondisi atau ketunaan anak. Walaupun hal tersebut sering menjadikan hasilya kurang valid bila dibandingkan dengan norma-norma yang berlaku secara nasional (Sisk, 1987). Dalam identifikasi keberbakatan anak muda. Scarvia Anderson (Torrance, 1983) menyatakan bahwa tes-tes yang ditujukan pada mereka harus didesein dengan penuh apresiasi sesuai dengan keterbatasan system respon yang dimilikinya. Hal tersebut mengisyaratkan pula pentingnya tes-tes yang sengaja didesain secara khusus untuk mengidentifikasi keberbakatan anak penyandang ketunaan .
           Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan pasti tentang keberbakatan anak penyandang ketunaan, pengukuran terhadap aspek kemampuan tertentu hendaknya dilakukan dengan berbagai macam tes yang sejenis. misalnya, untuk mengukur keberbakatan intelektual anak perlu digunakan dua atau lebih tes intelegensi yang sesuai dengan kondisi ketunaannya.
           Terdapat kecendrungan bahwa anak-anak bebarbakat penyandang ketunaan tidak memiliki kesiapan mental untuk melakukan tes-tes yang sifatnya kelompok (Torrance, 1983; Sisc, 1987). kurangnya kesiapan mental tersebut diduga berhubungan dengan perasaan rendah diri dan kurangnya motivasi untuk berkompetisi. kesulitan lain yang mungkin ditemukan dalam pelaksanaan tes adalah munculnya perilaku-perilaku tertentu sebagai reaksi terhadap tugas-tugas yang harus dikerjakan. Perilaku-perilaku tersebut misalnya: fluktuasi motivasi, bahkan takut sukses, cemas dan sebagainya. semua ini harus diperhitungkan secara matang dalam pelaksanaan tes, sehingga hasilnya dapat mencerminkan keadaan yang sebenarnya dan tidak biasa. Meeker dan Meeker (1975, dalam Sisc, 1987) menyatakan bahwa untuk identifikasi keberbakatan anak tuna bila mungkin tester sebaiknya juga yang berketunaan.
           Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan dalam identifikasi melalui tes terhadap keberbakatan anak penyandang ketunaan hendaknya dilakukan bervariasi yang sesuai dengan kondisi anak, serta diperlukan seorang tester yang terlatih dan memiliki pengalaman luas dalam melakukan tes terhadap anak penyandang ketunaan.
C.    Keberbakatan tidak identik dengan inteligensi tinggi
           Iteligensi tinggi merupakan salah satu faktor atau ciri keberbakatan. Disamping inteligensi, masih ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan, misalnya kreativitas dan sebagainya. Dalam identifikasi keberbakatan hendaknya mencangkup seluruh faktor yang dipersyaratkan dan tidak mengguakan inteligensi sebagai criteria unggul.
D.    Prestasi akademik tinggi tidak menjamin keberbakatan
           Sekalipun terdapat hubungan yang signifikan antara prestasi akademik dengan inteligensi, namun inteligensi tinggi tidak selalu mencapai prestasi akademik yang tiggi. banyak yang ditemukan orang yang berinteligesi normal berprestasi akademik tinggi, karena mereka mampu mengfungsikan kemampuan inteligensinya secara optimal. tetapi tidak sedikit orang yang memili inteligensi tinggi, karena berbagai faktor menunujukkan prestasi akademik yang rendah.
           Pada anak berbakat penyadang ketuaan, karena pengaruh ketunaannya cenderug berprestasi akademik, ketunaan dapat menghambat atau menghalagi seseorag untuk mencapai prestasi tinggi. jadi sekalipun ditinjau dari sisi akademiknya yang rendah, tidak menutup kemungkinan bahwa secara potensial mereka termasuk kedalam kualifikasi berbakat. sedangkan mereka yang secara nyata mampu menunjukkan prestasi akademik tiggi, belum tentu termasuk kualifikasi berbakat. Hasil penelitian Sunaryo Kartadinata, dkk (1993) dari 66 siswa sekolah dasar yang berprestasi tiggi (unggulan kelas), hanya terdapat tiga yag dapat digolongkan kedalam anak berbakat.
E.     Keberbakatan mencangkup sifatnya yang potensial
           Dalam kasus anak berbakat peyandang ketunaan, diduga kuat banyak diantara mereka yang secara potensial memiliki potensi unggul tetapi karena berbagai sebab menjadikan keberbakatannya tidak teraktulisasikan. Menemukan anak berbakat penyandang ketuaan yang sifatnya potensial sekalipun relative sulit, tetapi memiliki arti yang sangat peting, tidak hanya utuk merancang program pendidikan yang sesuai dengan keberbakatan yang dimilikiya, tetapi juga untuk menigkatkan harkat dan martabat mereka.
           Blackhurst da Berdine (1981) menyatakan anak berbakat penyandang ketunaan sering kali sangat sulit untuk diidentifikasi karena kodisi kecacatan dapat menutupi keunggulan potensinya. Utami Munandar (1995) utamanya ialah bahwa keberbakatan tidak dilihat oleh guru. mereka lebih mengenal kelemahannya bukan kelebihannya. Bahkan dalam berbagai kasus tidak jarang keberbakatan yang dimiliki seorang anak tuna, ditemukan secara kebetulan. Hal ini memberikan petunjuk bahwa tidak menutup kemungkinan seseorang yang tuna dan secara nyata tidak menampakkan keunggulan potensinya, setelah dilakukan idetifikasi secara cermat dapat diklafikasikan sebagai orang yang berbakat.
F.     Harapan yang rendah dari ligkungan
           Hal ini sering kali menimbulkan kesalahan dalam memahami keberbakatan. Lingkungan, terutamanya guru pendidikan luar biasa sering kali beranggapan salah. Mereka lebih memfokuskan pada ketunaannya, ketidakmampuannya dan keterbatasannya, dan bukan pada kekuatan atau kelebihannya. Mereka juga memandang bahwa anak-anak yang mengalami kesulitan dan kegagalan dari keberhasilan, karena itu tidak mungkin ditemukan sesuatu kemampuan yang luar biasa dari diri mereka.
           Akibat semua itu mereka menaruh harapan terhadap anak tuna, termasuk yang berbakat. Kondisi ini tentu tidak merangsang aktualisasi keberbaktan anak tuna dan menjadikan keberbakatan mereka tidak teridentifikasi secara dini. Sisc (1987) menegaskan bahwa guru-guru pendidikan luar biasa, memandang peluang dan kesempatan bagi anak-anak tuna dalam mengembangkan atau mendemontrasikan keberbakatannya.
G.    Terbatasnya bidang aktulisasi keberbakatan
           Berbeda dengan anak berbakat pada umumnya bidang aktualisai keberbakatan anak berbakat penyandang ketunaan sangat terbatas. Ketuanaan disamping dapat menghambat aktualisasi keberbakatan, juga membatasi aktualisasi keberbakatan mereka. Karena itu diduga kuat bahwa anak berbakat penyandang ketunaan cenderung menunjukkan aktulisasi keberbakatan dalam bidang yang tertentu pula. Misalya untuk anak berbakat penyadang tunanetra cenderugn pada bidang music dan kemampuan verbal, sedangkan berbakat tunarunggu pada bidang motorik dan mekanik. karena itu dalam menelusuri keberbakatan anak penyandang ketunaan perlu lebih memfokuskan pada bidang-bidang tertentu sesuai dengan ketunaan masing-masing.
            Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan dalam identifikasi keberbakatan pada penyandang ketunaan hal utama yang penting untuk diperhatikan adalah:
·         Pemahaman tentang konsep keberbakatan dan kecederungan-kecenderuangan yang terjadi pada anak penyandang ketunaan.
·         Perlunya penggunaan metode dan teknik identifikasi yang khusus, bervariasi, komprehensif, terpadu dan penuh pertimbangan sesuai dengan ketunaan anak.

A.    Prosedur dan Teknik Identifikasi Anak Berbakat Penyandang Ketunaan
Secara umum prosedur identifikasi anak berbakatat memiliki dua tahapan, yaitu:
1.      Penjaringan (scereening)
      Tujuannya adalah siap-siapa yang diduga kuat memiliki cirri-ciri keberbakatan, yag selanjutnya dilakukan dalam tahapan berikutya. Siswa yang lolos dalam tahapan ini belum tentu memenuhi criteria berbakat, karena harus diseleksi lebih ketat lagi.
2.      Penyaringan atau seleksi
      Tujuannya untuk menentukan siapoa yang dapat digolongkan sebagai anak berbakat, berdasarkan seleksi yang lebih halus dan teliti daripada tahap pertama. Mereka yang lolos tahap kedua berarti mereka memenuhi criteria miimal keberbakatan yang diisyaratkan.
            Prosedur diatas biasanya diterapkan untuk jumlah populasi yang besar. Namun demikian bukan berarti tidak dapat diterapkan untuk anak berbakat penyandang ketunaan, yang jumlah populasinya relative kecil. Bahkan sangat mungkin sebagai suatu tahapan untuk mengambil keputusan sementara, belum final, sebelum dievalusi lebih dalam melalui cara atau metode yang lebih halus. Keputusan final tergantung pada evaluasi lanjutan tersebut.
            Dalam prosedur identifikasi anak berbakat penyandang ketunaan hendaknya menganut prinsip kesegaran, fleksibilitas, pragmatis, terpadu dan berkesinambungan. Yang dimana:
1.      Kesegaran, artinya begitu ada tanda-tanda keberbakatan yang muncul pada anak harus segara ditelusuri secepatnya, sehingga dapat segera dirumuskan program pendidikannya.
2.      Fleksibilitas, artinya tidak harus menganut pola atau prosedur tertentu, tetapi disesuaikan dengan kondisi dan situasinya.
3.      Pragmatis, artinya perlu penggunaan  cara-cara tertentu yang sesuai dengan ketunaannya, yang dapat menjamin kemudahan, kecepatan dan ketepatan dalam menentukan keberbakatan anak.
4.      Terpadu, artinya disamping perlunya metode dan teknik yang bervariasi, juga perlu kerja sama dengan orang yang ahli dan terlatih dalam identifikasi keberbakatan pada anak tuna.
5.      Berkesinambungan, artinya pelaksanaan harus dilakukan secara terus menerus dan dalam berbagai setting lingkungan.
            Merujuk, prinsip diatas, sangat penting bagi guru atau siapapun adalah tidak menunda-nunda waktu untuk melakukan penelusuran lebih cermat terhadap keberbakatan anak, manakala ditemukan tanda-tada yang luar biasa pada mereka. Dengan demikian, apabila ternyata memang berbakat dapat segera ditentukan program layanan yang sesuai dengan kebutuhannya.
            Beberpa prosedur dan teknik identifikasi anak berbakat penyandang ketunaan telah dikemukakan oleh beberapa para ahli, Sisc mengemukakan bahwa untuk membantu menandai siswa-siswa berbakat diantara anak-anak tuna digunakan dua tahapan prosedur yaitu:
1.      Menggunakan level yang lebih rendah untuk penerimaan pada penjaringan awal
2.      Perlunya pemberian pengetahuan teknik khusus pada penguji tentang instumen tes yang sesuai dan pemahaman keterbatasan-keterbatasan dari siswa-siswa penyandang ketunaan.
            Mengigat petingnya pengetahuan dan keterampilan bagi guru dalam identifikasi anak berbakat penyandag ketunaan terutama yang berhubungan dengan berbakat khusus yang sering dijumpai pada mereka. Tekniknya meliputi tes-tes sebagai berikuut:
1.      Tes inteligensi umum
2.      Tes kreatif dan produktif
3.      Tes seni pertunjukkan dan seni rupa
4.      Tes tulisan kreatif (bercerita)
5.      Tes keterampilan Psikomotor
6.      Tes kepemimpinan


B.     Identifikasi Anak Berbakat Penyandang Tunanetra
            Untuk tes identifikasi inlektualnya, termasuk yang setengah melihat (Partially Sighted Student) dapat digunakan tes Hayes-Binet, suatu modifikasi dari Stanfort-Binet Test yang item-itemnya tidak menuntut kemampuan penglihatan. Tes lain adalah dengan WISC-R yang telah diadaptasikan untuk anak-anak tunanetra atau setengah melihat hanya dengan menggunakan item-item verbal dan mengabaikan item-item Performace. Dapat juga menggunakan Swassing-Barbe Modality Indeks Test, karya Swassing R. H, dan W. B. Barbe (1979) suatu tes untuk mengukur kegiatan modalitas penglihatan, pendengaran dan kinestetik. Sub tes yang berhubungan dengan pendengaran dapat diabaikan.
            Sedangkan identifikasi keberbakatan yang lain, dari beberapa tes yag diuraikan sebelumnya dapat dipilih yang sesuai dengan karakteristik anak tunanetra. Begitu juga identifikasi yang sifatya tanpa tes.

C.    Identifikasi Anak Berbakat Penyadang Tunarunggu
            Untuk siswa-siswa tuarungu kemampuan intelektual mereka dengan diukur dengan meggunakan Nebraska Test of Learning Aptitude. WIS-R dapat juga digunakan hanya dengan menggunakan tes bagian performance. Atau dengan Leiter Iternasional Performance Scale, Raven Progresiv matrices, serta Silver test of Cognitive Skills, karya Silver R. A (1979) yaitu tes keterampilan kognitif yang diukur melalui gambar. Tes ini dapat dimanfaatkan dalam identifikasi kemampuan itelektual pada anak-anak dengan gangguan pendengaran.. Dapat juga dengan menggunakan Figure reasoning Test (FRT)
            Salah satu tes yang jarang digunakan tetapi secara potensial dapat dimanfaatkan dalam identifikasi keberbakatan anak tunarunggu karena secara keseluruhan berbentuk gambar, adalah  Pictorical Test of Intelligence. Tes ini tidak menuntut respon-respon verbal dan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan intelektual anak tunarungu sama baiknya dengan anak normal.
            Sedangkan identifikasi keberbakatan yang lain, dari beberapa tes yag diuraikan sebelumnya dapat dipilih yang sesuai dengan karakteristik anak tunanetra. Begitu juga identifikasi yang sifatya tanpa tes.
D.    Identifikasi Anak berbakat Penyandang Tunadaksa
            Untuk siswa-siswa berketunaan dengan gangguan kemampuan motorik tingkat berat, khususya siswa CP, dapat dijaring dengan menggunakan Colombia Metal Maturity Scale. Tes ini menggunakan kemampuan visual dan perceptual siswa dan memberikan indekasi terhadap kemampuan mereka dalam membedakan dan mengklafikasi. Instrumen lain untuk anak CP ini ialah Leiter Internasioal Performance Scale yang secara khusus telah diadaptasikan untuk anak-anak CP. Dapat ditambahkan bahwa Raven Progressicve Matrices telah secara sukses digunakan untuk mengidentifikasi keberbakatan pada anak-anak CP (Raven. 1952, dalam Sisc, 1897). Disamping itu dapat pula menggunakan Figure Reasoning Test.
            Sedangkan identifikasi keberbakatan yang lain, dari beberapa tes yag diuraikan sebelumnya dapat dipilih yang sesuai dengan karakteristik anak tunanetra. Begitu juga identifikasi yang sifatya tanpa tes.

E.     Identifikasi Anak Berbakat Penyandang Tunalaras
            Untuk mengidentifikasi kemampuan intelektualnya anak tunalaras tidak diperlukan instrument khusus sesuai dengan ketunaanya. Artinya dapat menggunakan semua jenis tes yang ada, misalnya WISC-R, Progressive Matrices, TIKI, dan sebagainya. Yang perlu diperhatikan adalah dalam pengadministrasian tes. Sangat diharapkan kemampuan tester untuk menciptakan situasi yang sama dan bebas dari rasa tertekan.
              Sedangkan identifikasi keberbakatan yang lain, dari beberapa tes yag diuraikan sebelumnya dapat dipilih yang sesuai dengan karakteristik anak tunanetra. Begitu juga identifikasi yang sifatya tanpa tes.
F.      Identifikasi Anak Berbakat Penyandang Kesulitan Belajar
              Untuk kepentingan identifikasi kemamapuan inteligensi anak berbakat yang mengalami kesulitan belajar dapat menggunakan tes-tes yang sudah diadaptasikan, seperti WISC,WISC-R, IST (Intelegece Stucture Test). Disamping itu dapat juga dilakukan dengan tes TIKI (Tes intelligensi Kolektif Indonesia). sedangkan untuk identifikasi keberbakatan yang lain, dari beberapa tes yang diuraikan sebelumnya dapat dipilih yang sesuai dengan karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar. Begitu juga untuk identififkasi yang sifatnya tanpa tes.

1 komentar: