A. Dampak
Ketunanetraan pada Anak Berbakat terhadap Aspek-Aspek Perkembangan
Seorang anak berbakat penyandang tuna
netra akan mengembnagkan perhatian tentang dunia luar dengan mengandalkan
indera lain yang masih berfungsi secara maksimal. Piaget (1965, dalam Singgih
D, Gunarsa, 1980) mengemukakan bahwa “ketika seorang anak memiliki skema ,
yaitu pola-pola gerakan yang diperoleh sejak lahir, skema itu tergabung,
tersususn menjai lebih tinggi tingkatannya. Dimana skema itu diperoleh dari
interaksi melalui lingkungan melalui akses penglihatan, pendengaran, dan
perabaan. Perabaan hanya memberikan informasi terbatas mengenai ukuran, bentuk,
posisi, dan timbangan. Anak berbakat yang mengalami tuna netra tidak mungkin
dapat mengamati objek-objek yang jauh dan sulit untuk mmepersepsikan objek yang
jauh, bergerak, temperature tinggi, objek ynag rapuh, benda besar dan kecil.
Pendengaran pada anak berbakat sangatlah
penting. Pendengaarn pada anak berbakat member informasi tentanga arah dan
jarak jika objek itu bersuara. Hilangnya suara akan mengakibatkan mereka putus
hubungan dengan lingkungannya ynag akan mengakibatkan kecemasan.
Dalam hal sosioemosional, anak berbakat
penyandang tuna netra tidak mampu memperoleh kejelasan tentang situasi
tertentu. Ketuna netraan akan menimbulkan kesulitan dalam bidang interaksi
denga lingkungannya. Namun jika ketunaan yang diimiliki lebih kecil daripada
keberbakatan, dia akan mampu mengatasi kesulitan sosialemosional dan interakksi
social dari pada anak tuna netra yang tidak memiliki keberbakatan.
Dari segi perkembangan kreativitas,
dimana kreativitas itu harus didukung data dan pengalaman yang dapat
diramalkan, bahwa orang yang sekalipun
berbakattetapi mengalami fungsi pengliahatan akan sulit untuk mengembangkan
kreativitasnya.
B. Dampak
Ketunarunguan pada Anak Berbakat terhadap Aspek-Aspek perkembangan
Anak berbakat
penyandang tuna tuna rungu akan mengalami kesulitan yang sama dengan yang
dialami tunarungu pada umumnya, yaitu terisolasi dalam kesunyian, sulit
berkomunikasi secara ekspresif maupun reseptif. Mereka juga mengalami kesulitan
dalam proses pembentukan pengertian disebabkan oleh terbatasnya pembendaharaan
kata yang dimiliki. Karena tuna rungu memilki informasi lingkungan relative
lebih sedikitdari pada anak berbakat biasa.
Anak berbakat
penyandang tuna rungu memiliki kemampuan yang lebih rendah daripada anak
berbakat biasa dan kemunculan kemampuan khususnya pun akan terlambat karena
factor kematangan. Anak berbakat penyandang ketunarunguan memiliki banyak
persamaan dengan anak berbakat biasa mengenai karakteristik keberbakatan secara
umum. Perbedaannya hanya terletak pada pemunculan potensi keberbakatan.
C. Dampak
Ketunadaksaan pada Anak Berbakat terhadap Aspek-Aspek Perkembangan
Beberapa hasil
penelitian antara lain Greene( 1978) mengemukakan bahwa anak berbakat
penyandang ketunadaksaan , termasuk didalamnya cerebal palsy. Sedangkan polio
tidak dimasukkan sebagai anak berbakat penyandang ketunaan. Mereka digolongkan
kedalan anak berbakat biasa. Sebab gangguan geraknya tidak menghambat
aktualisasi keberbakatan.
Masalah utama
yang dihadapi anak berbakat penyandang ketuna daksaan adalah hambatan atau
gangguan gerak. Hal ini akan membatasi kemampuan untuk mengeksplorasi
lingkungannya sendiri. Akibatnya pengalaman mereka dalam memperoleh kesan
tentang dunia sekitarnya sangat terbatas.
Perbedaan ynag
jelas antara anak berbakat penyandang tunadaksa dengan anak berbakat biasa
adalah pada perkembangan kognitifnya. Perkembangan kognitif anak tunadaksa
berbakat akan lebih lambat daripada perkembangan kognitif anak berbakat normal.
Hambatan perkembangan kognitif erat kaitannya dengan gangguan persepsi yang
merupakan proses masuknya informasi dan instrument penting dalam proses
pembentukan pengertian.
Keterbatasan
gerak anak berbakat penyaandang ketunadaksaan berakibat pada aspek
sosioemosional . Sempitnya ruang gerak akan membatasi aktivitas sosialnya. Keunggulan
yang dimiliki anak berbakat ini akan sulit untuk dikenali, sebab yang menonjol
kepermukaan hanya ketunaanya saja, sehingga orang akan melihatnya sebagai anak
tunadaksa saja. Bukan sebagai anak berbkat.
D. Dampak
Ketunalarasan pada Anak Berbakat terhadap Aspek-Aspek Perkembangan
Anak berbakat
yang memiliki ganguan emosi menunujukkan kemampuan kecerdasan dan kemampuan
perkembangan kogitifnya yang sama atau sebanding dengan anak berbakat biasa
dalam hal keterampilan avaluatif, namun pada umumnya mereka tidak dapat
menunujukkan prestasi belajar yang sepadan dengan keunggulannya.
Anak berbakat
penyandang tuna laras mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri engan
lingkungannya karena mereka sering terabaikan atau tidak mendapat perhatian.
Mereka biasanya juga akan menutup diri terhadap lingkungan. Anak berbakat yang
mengalami gangguan emosi akan berpengaruh pada perkembangan imajinasi dan
kreativitas.
E. Dampak
Kesulitan Belajar pada Anak berbakat terhadap Aspek-Aspek Perkembangan
Masalah yang
terjadi pada anak berbakat yang mengalami kesulitan belajar karena mengalami
fungsibelahan otak sebelah kiri ketinggalan oleh kemajuan fungsi otak sebelah
kanan. Anak yang mengalami kesulitan belajar bahasa akan mengalami kesulitan
belajar hal-hal ynag bersifat logis dan sistematis. Sementara kreativitasnya
akan dapat berkembnag seperti anak berbakat biasa. Kesulitan belajar yang
dimiliki sudah pasti akan mempengaruhi perkembangan kognitifnya. Dampak lain
yang dimiliki anak berbakat penyandang kesulitan belajar yaitu ketidakluwesan
dalam berfikir. Dengan kata lain dia mengalami kesulitan dalam berfikir
fleksibel.
Anak berbakat
penyandang kesulitan belajarmengalami kesulitan dalam penyesuaian baik secara
akademik maupun social. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk mencapai sukses dalam belajar. Perkembangan kreativitas
anak berbakat yang mengalami kesulitan belajar tidak mengalami hambatan (tidak
berbeda dengan anak biasa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar