Keberbakatan adalah
ciri-ciri universal yang khusus dan luar biasa yang dibawa sejak lahir maupun
yang merupakan pengaruh dari lingkungan,
Keberbakatan itu ikut ditentukan oleh kebutuhan atau
kecenderungan kebudayaan di mana seseorang yang berbakat itu berada.
Ketunaan adalah individu yang memerlukan pendidikan khusus, mereka yang secara signifikan berada di luar rerata
normal, baik dari segi fisik, inderawi,
sosial, dan emosi (kecuali mental) sehingga memerlukan pelayanan khusus,
agar dapat tumbuh dan berkembang secara sosial, ekonomi, budaya, dan religi
bersama-sama dengan masyarakat di sekitarnya
Ada
lima anak berbakat yang menyandang ketunaan, yaitu anak berbakat penyandang
tunanetra, anak berbakat penyandang tunarungu, anak berbakat penyandang
tunadaksa, anak berbakat penyandang kesulitan belajar.
A. Dampak ketunanetraan
terhadap keberbakatan
Ketunanetraan
merupakan kekurangan (tuna), sedangkan keberbakatan merupakan kelebihan
(unggul). Hilangnya fungsi penglihatan akan memunculkan tiga masalah atau
kesukaran bagi tunanetra, termasuk anak berbakat yang mengalami kehilangan
fungsi penglihatan, yaitu keterbatasan dalam perkembangan kognitif,
keterbabatasan dalam orientasi dan mobilitas, serta keterbatasan dalam
interaksi dengan lingkungan.
Seorang
anak berbakat penyandang tunanetra secara potensial sama seperti anak berbakat
yang tidak menyandang tunanetra. Mereka memiliki potensi unggul yang menurut
Conny Semiawan (1995 ) ditandai oleh dua ciri utama, yaitu :
1. Keberbakatan
memiliki ciri universal yang khusus dan luar biasa yang dibawa sejak lahir
maupun yang dipengaruhi oleh lingkungan.
2. Keberbakatan
itu juga dibatasi oleh kebutuhan dan kecendrungan kebudayaan dimana seorang
berbakat tinggal.
Dalam
menelaah dampak ketunanetra terhadap keberbakatan kita kembali kepada konsep
keberbakatan yaitu :
1. Kemampuan
jauh di atas rata-rata
2. Kreativitas
3. Pengikatan
diri pada tugas
Dari
tiga konsep diatas yang menjadi dampak yang paling besar dari ketunanetraan
terhadap keberbakatan terletak pada matra kedua yaitu kreativitas. Sedangkan
dampak terhadap matra lain tidak begitu jelas.
Beberapa
alasan yang mendasari pernyataan tersebut diatas merunjuk pada rumusan konsep
kreativitas yang dikemukakan para ahli ( S.C. Utami Munandar, 1995 .
kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data
informasi , atau unsur-unsur yang ada( S.C. Utami Munandar, 1995 ). Seorang
tunanetra mengalami kesulitan dalam memperoleh informasi secara utuh, akibatnya
akan mengalami kesulitan pula dalam pembentukan konsep- konsep dan
pengertian-pengertian. Oleh karena itu, data, pengalaman, dan pengetahuaanya
sangat terbatas, tidak selengkap orang awas. Jika kreativitas dan proses
kreatif itu harus didukung data dan pengalaman yang memadai dapat diramalkan
bahwa seorang yang sekalipun berbakat tetapi mengalami kehilangan fungsi
penglihatan, akan mengalami kesukaran dalam mengekspresikan kreativitasnya.
B.
Dampak
ketunarunguan terhadap keberbakatan
Kehilangan
pendengaran yang dialami oleh seseorang dapat mengakibatkan banyak kesulitan
dalam kehidupan sehari- hari bagi orang yang menyandangnya. Anak berbakat
penyandang tunarungu mengalami kesulitan dalam proses pembentukan pengertian.
Ini disebabkan oleh terbatasnya perbendaharaan kata yang dimiliki, terutama
istilah atau kata- kata yang besifat abstrak, oleh karena anak tunarungu
memiliki data dan informasi mengenai lingkungan sekitar relatif lebih sedikit
dari pada anak berbakat biasa. Keterbatasan informasi yang dapat diterima oleh
anak tunarungu melalui indera pendengarannya, berakibat langsung kepada
perkembangan kognitif. Sementara perkembangan kognitif ada kaitannya dengan kreativitas.
Marker
( 1982, dalam Siks 1987 ) menjelaskan bahwa anak berbakat penyandang
ketunarunguan, yang memiliki IQ yang sama dengan anak berbakat biasa, kemampuan
kreativitasnya lebih rendah dari pada anak berbakat yang normal. Jadi dapat
disimpulkan bahwa anak berbakat penyandang ketunarunguan lebih lambat dari pada
anak berbakat yang biasa. Ini disebabkan karena faktor kematangan. Keadaan ini
menyebabkan kesulitan untuk mengenal anak berbakat penyandang ketunarungu.
Orang akan lebih cepat melihat ketunarunguan dari pada keunggulan potensi yang
dimilikinya. Kondisi seperti ini menyebabkan potensi keberbakatannya tidak
dapat dimanfaatkan. Hasil penelitian Marker ( 1982, dalam Sisk, 1987 )
menunjukkan bahwa anak berbakat penyandang ketunaan termasuk berbakat penyandang
tunarungu memiliki banyak kesamaan dengan anak berbakat biasa mengenai
karakteristik keberbakatan secara umum . perbedaannya terletak terutama pada
pemunculan potensi keberbakatan.
C.
Dampak
ketunadaksaan terhadap keberbakatan
Secara
umum dikenal dua macam ketunadaksaan. Pertama, ketunadaksaan yang disebabkan
oleh karena penyakit polio. Kedua, ketunadaksaan yang disebabkan oleh gangguan
neurologis. Anak berbakat penyandang ketunadaksaan yang dimaksud disini
berkenaan dengan cerebral palsy dengan segala variasinya. Greene (1978
menemukan bahwa kelompok anak berbakat penyandang ketunadaksaan, termasuk
didalamnya cerebral palsy. Sedangkan anak berbakat penyandang polio tidak
dimasukkan atau dikategorikan sebagai anak berbakat penyandang ketunaan. Mereka
digolongkan sebagai anak berbakat biasa, sebab gangguan gerak karena penyakit
polio tidak menghambat aktualisasi keberbakatan.
Masalah
utama yang dialami anak berbakat penyandang tunadaksa adalah hambatan atau
gangguan gerak. Ketidakmampuan dalam gerak membatasi anak untuk melakukan
eksplorasi terhadap lingkugannya sendiri. Akibatnya dalam memperoleh kesan
tentang dunia sekitarnya sangat terbatas, sementara pengalaman gerak erat
kaitannya dengan perkembangan kognitif( kephart, dalam Myers 1976). Sequin
berpendapat bahwa anak memperoleh kesan tentang dunia melalui motorik. Anak
berbakat penyandang tunadaksa perkembangan kognitifnya akan lebih lambat dari
pada anak berbakat biasa.
Hambatan
perkembangan fungsi kognitif erat kaitannya dengan gangguan persepsi. Persepsi
merupakan proses masuknya informasi dan instrumen penting dalam proses
pembentukan pengertian. Keterbatasan gerak anak berbakat penyandang tunadaksa
berakibat pada aspek sosioemosional. Sempitnya ruang gerak anak membatasi
aktivitas sosial. Hal ini erat kaitannya dengan penyesuian sosial terhadap
lingkungannya.
D.
Dampak
ketunalarasan terhadap keberbakatan
Secara
garis besar ketunalarasan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu
tunalaras karena gangguan emosi dan tunalaras karena gangguan perkembangan
sosial. Kedua kelompok tersebut menunjukkan gejala yang sama yaitu gangguan
tingkah laku. Menurut hasil penelitian Meeker ( 1969 ) menunjukan bahwa anak
berbakat penyandang ketunalarasan termasuk kelompok pertama, yaitu yang
mengalami gangguan emosi. Anak yang mengalami gangguan emosi menunjukkan
perilaku menarik diri dari lingkungan yang ditandai oleh beberapa ciri,
misalnya sukar bergaul, sukar berkomunikasi dengan orang lain, sukar
menyendiri. Anak yang menarik diri cendrung tidak memiliki keterampilan sosial.
Mereka sering ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya.
Anak
berbakat yang mengalami gangguan emosi menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan dan
keterampilan lainnya sebanding dengan anak berbakat biasa. Anak berbakat yang
mengalami gangguan emosi menunjukkan kecemasan dalam melaksanakan tugas- tugas
disekolah dan dalam berhubungan dengan orang lain dan teman sebaya. Bentuk lain
dari gangguan emosi adalah depresi. Anak yang mengalami gangguan emosi
mempunyai masalah yang berkaitan dengan kesehatan mental yang serius, ia tidak
tampak gembira dan menunjukkan kesedihan yang mendalam. Secara umum anak yang
mengalami depresi tidak memiliki minat belajar, bergaul, memiliki konsep diri
yang negatif, memiliki perasaan ditolak dan tidak dicintai. Lekas marah dan
menunjukkan perilaku yang kompulsif.
Anak
berbakat yang mengalami gangguan emosi, kemampuan imajinatif- kreatifnya tidak
berkembang dengan baik. Damapk lain dari ketunalarasan terhadap anak berbakat
terjadi pada aspek motivasi. Seperti memiliki minat belajar yang rendah, sebab
motivasi dan minat belajar termasuk ranah afeksinya terganggu maka akan terjadi
gangguan pula pada motivasinya.
E.
Dampak
kesulitan belajar terhadap keberbakatan.
Keberbakatan
merupakan keunggulan sedangkan kesulitan belajar merupakan kelemahan yang
berpangkal pada aspek yang sama yaitu pada aspek kognitif. Myers ( 1986 )
menjelaskan bahwa kesulitan belajar menunjukkan gangguan dalam salah satu atau
lebih proses psikologis dasar meliputi pemahaman dalam menggunakan bahasa lisan
atau tulisan. Anak berbakat yang mengalami kesulitan belajar mengalami
disintegrasi dua belahan otak. Belahan otak sebelah kanan yang bersifat
imajinatif- intuitif berkembang sangat menonjol , sementara belahan otak
sebelah kiri yang bersifat verbal, analitis, dan rasional tidak berkembang
sejalan dengan belahan otak sebelah kanan.
Kesulitan
belajar akan memberikan dampak kepada keberbakatan, terutama pada perkembangan
perbendaharaan kata, kecepatan reaksi, fleksibilitas.
a. Perbendaharaan
kata
Ketidakmampuan dalam
hal berbahasa, baik secara reseptif maupun secara ekspresif. Ketidakmampuan itu
terutama tidak dapat membedakan antara bagian yang pokok dengan bagian yang
tidak penting dalam bacaan dengan menggunakan bahasa kiasan. Mereka cendrung
tidak mampu memahami variasi arti kata, nuasa dan sindiran. Bahasa kiasan sulit
dipahami meskipun mereka anak berbakat.
b. Kecepatan
reaksi
Anak berbakat yang yang
mengalami kesulitan belajar mereka dalam banyak hal cendrung ragu-ragu.
c. Fleksibilitas
Cara berfikir anak kesulitan
belajar tidak luwes. Ia akan cenderung pada cara tertentu yang sudah biasa
dalam memecahkan masalah. Ketika ada masalah yang memerlukan modifikasi cara
pemecahan masalah , mereka umumnya gagal untuk melaksanakan tugas itu. Artinya
anak seperti ini pikirannya sulit berpindah dari satu situasi ke situasi
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar