Banyak
jalan yang bisa ditempuh untuk kembali dari Apartemen Azad ke Sancharlok, dua
bangunan perumahan di Timur Delhi. Semua orang hanya perlu untuk menyeberangi
lalu lintas jalan utama yang sibuk. Tetapi bagi seorang wanita, hal yang lebih
besar harus dilakukannya: dia harus menjadi seseorang ‘dengan’ nama lain.
Dia dipanggil
sebagai Salma ketika ia bekerja di suatu rumah, namun kemudian ia ‘menjelma’
sebagai Seema ketika bekerja di rumah yang lain.
“Ketika saya
baru datang di Delhi, saya dikeluarkan dari pekerjaan beberapa kali karena nama
saya. Kemudian saya memutuskan untuk hidup dengan identitas ganda, “ujar Salma,
yang menolak untuk memberikan nama lengkap atau fotonya.
“Sekarang saya
terlihat seperti Hindu untuk majikan Hindu dan umat Islam bagi yang Muslim.”
Pergantian
identitas Itu adalah satu-satunya jaminan baginya untuk mendapatkan perlakukan
adil di sebuah kota yang masih memiliki prasangka primitif dengan ambisi
kosmopolitan.
“Tidak ada
pilihan, saya memiliki empat anak-anak untuk diberi makan,” kata Salma yang
bekerja sebagai pembantu ketika menunggu di halte bis (sebagai Seema) untuk
menjemput anak majikannya yang mana ibunya sendiri sibuk bekerja.
Berharap
‘permainan nama’ ini hanya dialami dalam hidupnya, Salma memutuskan untuk
memberi ‘nasib’ lain bagi nama anak-anaknya. Salma telah memberikan nama yang
‘lebih netral’ kepada keempat anak-anaknya sehingga mereka tidak perlu
melakukan apa yang dia lakukan. Mereka diberi nama Prince, Beauty, Fairy dan
Bobby.
Salma adalah
wanita yang sangat pandai ‘beradaptasi’ hingga meskipun ia seorang muslimah, ia
juga dapat melafalkan Kalisa Hanoman.
Suami Salma,
Mohammad Razzak adalah seorang penarik becak, dan sejak awal ia telah menolak
melakukan ‘kompromi’ serupa. Karen hal itulah, Salma menilai sebagai
‘alasan satu-satunya’ kenapa hingga kini suaminya masih menganggur.
Meskipun sulit untuk memastikan pernyataan tersebut.
“Dia kehilangan
pekerjaan di sebuah toko karena namanya. Sayalah yang harus membereskan
semuanya untuk dia. Saya minta dia untuk mengatakan bahwa namanya adalah
Vijay”kata Salma.
“Tetapi ia
tidak mau. Sekarang, beban rumah tangga sebagian besar diletakan di atas bahu saya.
“
Harinya dimulai
sebagai Seema pada jam 8 di pagi hari, ketika ia menyiapkan sarapan dan mencuci
piring di rumah sebuah keluarga Punjabi di Apartemen Indraprastha. Pada siang
hari, ia menjadi Salma dan harus buru-buru ke keluarga Haq di Apartemen Azad di
mana ia akan menyiapkan makan siang. Pergantian tersebut terjadi beberapa kali
dalam sehari.
“Mungkin tidak
semua orang bersikap tidak adil, namun alangkah baiknya untuk berada di sisi
yang aman. Saya harus bekerja untuk menjaga dapur saya tetap mengepulkan asap.
Beberapa keluarga Hindu di mana saya telah bekerja selama lebih dari tujuh
tahun mengetahui bahwa saya seorang Muslim, namun mereka masih mempercayai
saya, “katanya.
“Sekali pernah
sebuah keluarga melemparkan saya dari pekerjaan setelah dua tahun kemudian,
ketika mereka mengetahui kenyataan tersebut. Tetapi dalam waktu tiga bulan
mereka memanggil saya kembali, mereka tidak dapat melakukan apapun tanpa saya.”
Meski demikian,
Salma tidak pernah mengeluh.
“Masih lebih
baik di Delhi. Di desa Bengali barat, bahkan ada jalan yang terpisah untuk umat
Islam dan Hindu. Kami bahkan tidak diizinkan untuk mengisi air dari keran yang
sama,” ujarnya.
“Sementara di
sini telah beberapa kali saya keluar dari masalah, bahkan setelah identitas
asli saya diketahui.”
Sungguh seolah
tak bisa dipercaya menerima kenyataan bagaimana seorang harus mengganti nama
demi mempertahankan kehidupannya, demi memberi makan anak-anak dan keluarganya,
terutama di era modern seperti ini.
Delhi, yang
merupakan daerah perkotaan yang modern, semestinya lebih mampu menghargai dan
bertoleransi dengan perbedaan budaya dan bukannya terkikis oleh tradisi
kepercayaan akan batas kasta yang mengerutkannya menjadi sebuah kota dengan
pemikiran primitif. (artikelmuslimah.wordpress.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar