Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang
bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca, seseorang akan dapat
memperoleh informasi, ilmu dan pengetahuan, serta pengalaman-pengalaman baru.
Semua yang diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan pembaca untuk mampu
mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan memperluas
wawasannya. Dengan demikian, kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat
diperlukan oleh siapa pun yang ingin maju dan meningkatkan diri. Oleh karena
itu, pembelajaran membaca di sekolah maupun di luar sekolah mempunyai peranan
penting.
A. Pembelajaran Membaca Permulaan
A. Pembelajaran Membaca Permulaan
Pengertian yang
paling umum dari membaca adalah kegiatan berinteraksi dengan bahasa yang
dikodekan dalam huruf-huruf. Membaca merupakan aktivitas menguraikan kode-kode
cetakan (tulisan) ke dalam bunyi yang mewakili makna tertentu. Pembelajaran
membaca diawali dengan pramembaca sehingga siswa memiliki kesiapan membaca (reading
readiness) baru kemudian dilanjutkan dengan kegiatan membaca (pengenalan,
pelafalan, dan pemaknaan lambang/tanda bunyi bahasa).
Dalam pembelajaran
membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain ialah
1) Metode Abjad dan
Metode Bunyi
Metode abjad dan
metode bunyi, menurut Akhadiah merupakan metode-metode yang sudah sangat tua.
Dalam penerapannya, kedua metode tersebut sering menggunakan kata-kata lepas.
Beda antara metode abjad dan metode bunyi terletak pada pengucapan huruf. Pada
metode abjad, huruf diucapkan sebagai abjad (/a/, /be/, /ce/, dan seterusnya),
sedangkan pada metode bunyi, huruf diucapkan sesuai dengan bunyinya [a], [b],
[c], dan seterusnya.
Contoh: bo-bo ——bobo
Contoh: bo-bo ——bobo
2) Metode Kupas
Rangkai Suku Kata dan Metode Kata Lembaga
Metode kupas
rangkai suku kata dan metode kata lembaga, dalam penerapannya menggunakan cara
mengurai dan merangkaikan.
a) Metode kupas
rangkai suku kata dilakukan untuk mengenalkan huruf kepada siswa. Suku kata
yang sudah dikenal oleh siswa diuraikan menjadi huruf, kemudian huruf
dirangkaikan lagi menjadi suku kata.
Contoh: nina — ni – na — n-i – n-a —ni-na
Contoh: nina — ni – na — n-i – n-a —ni-na
b) Metode Kata
Lembaga
Kepada siswa
disajikan kata-kata: salah satu diantaranya merupakan kata lembaga, yaitu kata
yang sudah dikenal oleh siswa. Kata tersebut diuraikan menjadi suku kata, suku
kata diuraikan menjadi huruf. Setelah itu huruf dirangkai lagi menjadi suku
kata, dan suku kata dirangkaikan menjadi kata.
Contoh: bola — bo-la — b – o — l – a — bo-la — bola
Contoh: bola — bo-la — b – o — l – a — bo-la — bola
3) Metode Global
Metode global
adalah metode yang melihat segala sesuatu merupakan keseluruhan. Metode ini
timbul sebagai akibat adanya pengaruh aliran psikologi gestalt, yang
berpendapat bahwa suatu kebulatan atau kesatuan akan lebih bermakna daripada
jumlah bagian-bagiannya. Dalam penerapannya, metode ini memperkenalkan kepada
siswa beberapa kalimat untuk dibaca. Sesudah siswa dapat membaca
kalimat-kalimat itu, salah satu di antaranya dipisahkan untuk dikaji, dengan
cara menguraikannya atas kata, suku kata dan huruf-huruf. Sesudah siswa dapat
membaca huruf-huruf itu, kemudian huruf-huruf dirangkaikan lagi sehingga
terbentuk suku kata, suku-suku menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat
lagi.
4) Metode SAS
Dalam
pelaksanaannya, metode ini dibagi dalam dua tahap, yaitu :
a) Membaca Tanpa Buku
Tahap membaca tanpa
buku merupakan tahap pertama dalam proses pengajaran membaca permulaan. Pada
periode ini guru menggunakan alat bantu atau media kecuali buku. Pembelajaran
dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut.
·
Merekam Bahasa Siswa
Bahasa yang
digunakan oleh siswa di dalam percakapan mereka, direkam untuk digunakan bahan
bacaan. Karena bahasa yang digunakan sebagai bahan adalah bahasa siswa sendiri
maka siswa tidak akan mengalami kesulitan. Hal ini erat hubungannya dengan
siswa pada waktu sekolah. Dari segi kebahasaannya, mereka telah menguasai
bahasa ibunya. Mereka juga mempuyai berbagai pengetahuan dan pengalaman yang
diperolehnya dari lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar rumahnya. Latar
belakang kebahasaan, pengetahuan, serta pengalaman mereka berbeda-beda. Pada
hari pertama guru mencatat kalimat-kalimat yang diucapkan. Kalimat-kalimat
inilah yang dijadikan pola dasar untuk pengajaran membaca permulaan.
·
Menampilkan Gambar Sambil Bercerita
Dalam hal ini,
guru memperlihatkan gambar kepada siswa, sambil bercerita sesuai dengan gambar
tersebut. Kalimat-kalimat yang digunakan guru dalam bercerita itu digunakan
sebagai pola dasar bahan membaca.
Contoh : Guru memperlihatkan gambar seorang anak yang sedang menulis, sambil bercerita, misalnya Ini Adi. Adi duduk di kursi. Ia sedang menulis surat. Dan seterusnya. Kalimat-kalimat guru tersebut ditulis di papan tulis dan digunakan sebagai bahan bacaan.
Contoh : Guru memperlihatkan gambar seorang anak yang sedang menulis, sambil bercerita, misalnya Ini Adi. Adi duduk di kursi. Ia sedang menulis surat. Dan seterusnya. Kalimat-kalimat guru tersebut ditulis di papan tulis dan digunakan sebagai bahan bacaan.
Tentu saja dalam
kalimat ini pendekatan dan pemilihan gambar harus dilakukan dengan seksama.
Gambar-gambar itu harus menarik dan dapat dirangkaikan menjadi cerita. Guru
dapat menggunakan gambar-gambar tersebut untuk bahan cerita. Melalui
pertanyaan-pertanyaan pancingan dari guru, siswa mengemukakan kalimat
sehubungan dengan gambar yang ditampilkan satu persatu. Gambar itu kemudian
ditempelkan pada papan flanel dengan urutan yang baik sehinga dapat
dirangkaikan menjadi cerita sederhana.
·
Membaca Gambar
Guru menunjukkan
sebuah gambar, misalnya gambar seorang laki-laki berumur 7 tahun dan
melekatkannya di papan flanel. Ia mengtakan “ini Nana”. Kemudian, ia melekatkan
tulisan/ kalimat “ini Nana”di bawahnya . Jika guru menunjuk gambar itu siswa
menyebutkan kalimatnya. Demikian dilakukan oleh guru dan siswa dengan beberapa
gambar. Dalam hal ini siswa belajar membaca gambar.
·
Membaca gambar dengan kartu kalimat
Setelah siswa
dapat membaca gambar dengan lancar, guru menempatkan kartu kalimat di bawah
gambar. Kartu kalimat yang disertakan pada gambar yang dibaca siswa akan
menarik perhatian siswa. Mereka memperhatikan kartu dan tulisan tersebut. Siswa
dapat melihat bahwa secara keseluruhan tulisan kalimat itu berbeda-beda untuk
setiap gambar. Guru dapat menggunakan kartu kalimat, kartu kata, kartu huruf,
dan kartu gambar. Selain itu guru dapat menggunakan papan flanel untuk
menguraikan dan menggabungkan kartu-kartu tersebut.
·
Proses strktural
Gambar yang
memandu kalimat pada kartu kemudian dihilangkan. Siswa mulai belajar membaca
kalimat secara struktural atau secara global. Untuk memeriksa apakah siswa
telah mampu membaca secara struktural, guru dapat menemukan urutan letak kartu,
atau mengangkat semua kartu kalimat kemudian menampilkannya satu-satu secara
acak dan meminta siswa membacanya.
·
Proses analitik
Jika proses
struktural berjalan dengan baik, maka siswa akan memdengar dan melihat adanya
kelompok-kelompok yang diucapkan atau dibacanya.
Contoh: Ini mama Nana
Contoh: Ini mama Nana
Ini adik Nana
Dengan begitu
proses selanjutnya, yaitu proses analitik dapat dimulai. Kalimat diurai menjadi
kata, kata menjadi suku kata, dan suku kata menjadi huruf melalui kegiatan
analitik ini, siswa diharapkan mampu mengenali huruf-huruf dalam kalimat itu.
Juga mengnalisa bunyi yang sesuai dengan huruf-hurufnya. Misalnya bunyi “T”
pada posisi awal, “A” pada posisi tengah, dan “S” pada posisi akhir.Siswa pada
akhirnya mengenali huruf. Dari proses analitik ini diperoleh kartu kata, kartu
suku, kartu huruf.
Ini nina
Ini ni na
I ni ni na
I n i n i n a
·
Proses sintetik
Sesudah siswa
mampu mengenali huruf dalam kalimat, maka huruf yang sudah terpisah itu
digabungkan kembali menjadi kata dan akhirnya menjadi kalimat. Pengenalan huruf
baru tetap dilakukan melalui kalimat dengan proses struktural analitik-sintetik
seperti di atas, dengan menggunakan kartu-kartu. Pendekatan sintetik adalah
pendekatan yang menekankan kepada bunyi yang diberikan pada berbagai huruf.
Bila para siswa telah mempelajari nilai-nilai bunyi pada huruf dan kombinasi
huruf, mereka diharapkan dapat mencampurkan (mensitesakan) huruf-huruf ke dalam
kata seperti pada kata “TAS” tadi.
I n i n a n a
I ni na na
Ini na na
Ini nana
b) Membaca dengan Buku
Setelah siswa
mengenal huruf melalui kegiatan membaca tanpa buku, selanjutnya anak dihadapkan
pada tulisan dalam buku. Pembelajaran dapat dilakukan melalui kegiatan membaca
buku pelajaran, membaca bacaan sederhana yang dipilih guru (gunakan gambar dan
kartu kata), dan membaca bacaan yang disusun siswa secara individual maupun
kelompok. Pembelajaran dapat dilakukan secara integratif.
B. Pembelajaran Menulis Permulaan
Kaitan antara
menulis dan membaca sangat erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Pada waktu
guru mengajarkan menulis kata atau kalimat, siswa tentu akan membaca kata atau
kalimat tersebut. Kemampuan membaca diajarkan sejak dini, maka kemampuan
menulis pun diajarkan sejak dini. Kemampuan menulis merupakan salah satu jenis
kemampuan berbahasa tulis yang bersifat produktif; artinya merupakan kemampuan
yang menghasilkan tulisan. Menulis memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks.
Kemampuan yang diperlukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan
logis, kemampuan mengungkapkan pikiran secara jelas, menggunakan bahasa yang
efektif, dan kemampuan menerapkan kaidah tulis-menulis secara baik. Kemampuan
ini diperoleh lewat jalan yang panjang. Sebelum sampai pada tingkat kemampuan
menulis ini (menulis lanjut), siswa harus mulai dari tingkat awal, tingkat
permulaan, mulai dari pengenalan dan penulisan lambang-lambang bunyi.
Pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh pada tingkat permulaan pada
pembelajaran menulis permulaan, akan menjadi dasar peningkatan dan pengembangan
kemampuan menulis selanjutnya. Apabila dasar itu baik dan kuat, diharapkan
pengembangnnya pun dapat baik dan apabila dasar itu kurang baik atau lemah,
maka diperkirakan hasil pengembangnnya akan kurang baik juga. Mengingat hal itu
maka selayaknya pembelajaran menulis permulaan mendapat perhatian yang memadai
dari guru.
Pembelajaran menulis permulaan diawali dengan pramenulis (memegang pinsil, gerakan tangan dalam menulis), mengeblat:menggunakan karbon, kertas tipis, menebalkan tulisan, menghubungkan titik-titik membentuk huruf, dan menatap (koordinasi mata, ingatan, dan ujung jari). Kegiatan belajar dilanjutkan pada kegiatan menyalin tulisan, menulis halus, dikte, melengkapi tulisan (dengan huruf, suku kata, dan kata), dan menulis nama.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran menulis permulaan pada hakikatnya sama dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan. Persyaratan pembelajaran menulis permulaan seyogyanya siswa sudah bisa membaca apa yang akan mereka tulis. Seperti pada kegiatan membaca permulaan, pembelajaran menulis permulaan juga melalui dua tahapan yaitu tahap prapembelajaran berkaitan dengan kesiapan menulis siswa dan tahap menulis permulaan melalui kegiatan menjiplak/mengeblat, menyalin/meniru, menatap, menulis halus/indah, dikte/imlak, dan mengarang sederhana melalui berbagai imbingan. Metode yang dapat digunakan antara lain (l) metode ebjad, (2) metode kupas rangkai suku kata, (3) metode kata lembaga, dan (4) metode struktural analitik sintetik (SAS). Dalam pembelajaran menulis, metode metode yang dipandang paling cocok dengan jiwa anak adalah metode SAS. Menurut Supriyadi dkk. (l992) alasan mengapa metode SAS dipandang paling baik antara lain (l) metode ini menganut prisip ilmu bahasa umum, bahwa bentuk bahasa terkecil adalah kalimat, (2) memperhitungkan perkembangan pengalaman bahasa anak, dan (3) metode ini menganut prinsip menemukan sendiri. Dalam penerapan metode SAS, guru melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
Pembelajaran menulis permulaan diawali dengan pramenulis (memegang pinsil, gerakan tangan dalam menulis), mengeblat:menggunakan karbon, kertas tipis, menebalkan tulisan, menghubungkan titik-titik membentuk huruf, dan menatap (koordinasi mata, ingatan, dan ujung jari). Kegiatan belajar dilanjutkan pada kegiatan menyalin tulisan, menulis halus, dikte, melengkapi tulisan (dengan huruf, suku kata, dan kata), dan menulis nama.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran menulis permulaan pada hakikatnya sama dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan. Persyaratan pembelajaran menulis permulaan seyogyanya siswa sudah bisa membaca apa yang akan mereka tulis. Seperti pada kegiatan membaca permulaan, pembelajaran menulis permulaan juga melalui dua tahapan yaitu tahap prapembelajaran berkaitan dengan kesiapan menulis siswa dan tahap menulis permulaan melalui kegiatan menjiplak/mengeblat, menyalin/meniru, menatap, menulis halus/indah, dikte/imlak, dan mengarang sederhana melalui berbagai imbingan. Metode yang dapat digunakan antara lain (l) metode ebjad, (2) metode kupas rangkai suku kata, (3) metode kata lembaga, dan (4) metode struktural analitik sintetik (SAS). Dalam pembelajaran menulis, metode metode yang dipandang paling cocok dengan jiwa anak adalah metode SAS. Menurut Supriyadi dkk. (l992) alasan mengapa metode SAS dipandang paling baik antara lain (l) metode ini menganut prisip ilmu bahasa umum, bahwa bentuk bahasa terkecil adalah kalimat, (2) memperhitungkan perkembangan pengalaman bahasa anak, dan (3) metode ini menganut prinsip menemukan sendiri. Dalam penerapan metode SAS, guru melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Guru menuliskan
sebuah kalimat sederhana, membacanya, siswa menyalinnya.
b. Kalimat itu
diuraikan ke dalam bentuk kata-kata. Setelah dibaca siswa menyalin kata-kata itu
seperti yang dilakukan guru.
c. Kata-kata dalam
kalimat itu diuraikan lagi atas suku-sukunya. Setelah dibaca, siswa menyalin
suku kata-suku kata itu seperti yang dilakukan guru.
d. Suku kata itu pun
diuraikan lagi atas huruf-hurufnya. Siswa menyalin seperti yang dilakukan guru.
Setelah guru
memberikan penjelasan lebih lanjut, huruf-huruf itu dirangkaikan kembali
menjadi suku kata, kata, dan kalimat untuk kemudian siswa menyalinnya seperti
yang dilakukan guru. Kegiatan-kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut.
a. Penulisan
kata-kata dan kalimat sederhana yang sudah dikenal atau yang baru dengan huruf
balok.
b. Menyalin kata-kata
yang cocok dengan gambar yang ditunjukkan guru.
c. Penulisan huruf
yang ada pada kartu, yang telah disusun menjadi kata.
d. Penulisan cerita
di dalam gambar dengan bimbingan guru.
e. Penulisan
kata-kata yang sudah dikenal (dengan didiktekan guru).
f. Penulisan kalimat
sederhana yang dimulai dengan huruf kapital diakhiri tanda titik.
g. Penulisan jawaban
atas pertanyaan berkaitan dengan isi bacaan.
Selanjutnya
pembelajaran menulis sudah mengarah pada kegiatan mengarang yang diawali dengan
pembelajaran mengarang permulaan (mengarang sederhana berdasarkan gambar seri,
cerita sederhana, atau pengalaman siswa) sampai pada tingkat mengarang lanjut.
Pembelajaran menulis lanjut diarahkan pada pengembangan kemampuan menulis
beragam bentuk tulisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar