A.
Pengertian Pendidikan
Menurut Bahasa Yunani pendidikan berasal dari kata
pedagogi yaitu kata paid artinya anak
sedangkan agogos yang artinya
membimbing sehingga pedagogi dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar
anak.
B.
Jenis – Jenis Pendidikan
Berkaitan dengan pengertian pendidikan
terdapat perbedaan yang jelas antara pendidikan formal,
pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Sehubungan dengan hal ini
Coombs (1973)membedakan pengertian ketiga
jenis pendidikan itu sebagai berikut:
·
Pendidikan formal adalah
kegiatan yang sistematis, bertingkat/berjenjang,
dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang
setaraf dengannya; termasuk kedalamnya
ialah kegiatan studi yang
berorientasi akademis dan umum,
program spesialisasi, dan latihan
professional, yang dilaksanakan
dalam waktu yang terus menerus.
·
Pendidikan informal adalah proses yang
berlangsung sepanjang usia sehingga sehingga setiap orang memperoleh
nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber
dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh
lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga,
hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar,
perpustakaan, dan media massa.
·
Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan
teroganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang , dilakukan
secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih
luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam
mancapai tujuan belajarnya.
Ketiga
pengertian di atas dapat
digunakan untuk membedakan program
pendidikan yang termasuk ke dalam setiap jalur
pendidikan tersebut. Sebagai bahan untuk menganalisis
berbagai program pendidikan maka ketiga batasan pendidikan di atas perlu
diperjelas lagi dengan kriteria yang dapat membedakan antara pendidikan
yang program-programnya bersifat nonformal dengan pendidikan yang
program-programnya bersifat informal dan formal. Perbedaan antara pendidikan
yang program-programnya bersifat nonformal dan informal dapat dikemukakan
sebagai berikut. Pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal
memiliki tujuan dan kegiatan yang terorganisasi, diselenggarakan di
lingkungan masyarakat dan lembaga-lembaga, untuk
melayani kebutuhan belajar khusus
para peserta didik. Sedangkan pendidikan
yang program- programnya bersifat informal tidak
diarahkan untuk melayani kebutuhan belajar yang terorganisasi.
Kegiatan pendidikan ini
lebih umum, berjalan dengan
sendirinya, berlangsung terutama dalam lingkungan keluarga, serta
melalui media massa, tempat bermain, dan lain sebagainya.
C.
Pengertian Kemandirian
dalam Belajar
Konsep
Belajar Mandiri (Self-directed Learning) sebenarnya berakar dari konsep
pendidikan orang dewasa. Namun demikian berdasarkan beberapa penelitian yang
dilakukan oleh para ahli seperti Garrison tahun 1997, Schillereff tahun 2001,
dan Scheidet tahun 2003 ternyata belajar mandiri juga cocok untuk semua tingkatan
usia. Dengan kata lain, belajar mandiri sesuai untuk semua jenjang sekolah baik untuk
sekolah menengah maupun sekolah dasar dalam rangka meningkatkan prestasi dan
kemampuan siswa.
Pengertian
tantang belajar mandiri sampai saat ini belum ada kesepakatan dari para ahli.
Ada beberapa variasi pengertian belajar mandiri yang diutarakan oleh para ahli
seperti dipaparkan Abdullah (2001:1-4) sebagai berikut:
1.
Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para manajer dan pemilik
tanggung jawab dari proses pelajaran mereka sendiri. Belajar Mandiri mengintegrasikan
self-management (manajemen konteks, menentukan setting, sumber daya, dan
tindakan) dengan self-monitoring (siswa memonitor, mengevaluasi dan mengatur
strategi belajarnya) (Bolhuis; Garrison).
2.
Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar Mandiri sangat penting di dalam
memulai dan memelihara usaha siswa. Motivasi memandu dalam mengambil keputusan,
dan kemauan menopang kehendak untuk menyelami suatu tugas sedemikian sehingga
tujuan dapat dicapai (Corno; Garrison).
3.
Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-angsur bergeser dari
para guru ke siswa. Siswa mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan pelajaran
apa dan tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya (Lyman; Morrow,
Sharkey, & Firestone).
4.
Belajar Mandiri “ironisnya” justru sangat kolaboratif. Siswa bekerja
sama dengan para guru dan siswa lainnya di dalam kelas (Bolhuis; Corno; Leal).
5.
Belajar Mandiri mengembangkan pengetahuan yang lebih spesifik seperti
halnya kemampuan untuk mentransfer pengetahuan konseptual ke situasi baru.
Upaya untuk menghilangkan pemisah antara pengetahuan di sekolah dengan
permasalahan hidup sehari-hari di dunia nyata (Bolhuis; Temple & Rodero).
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dan
beberapa pertimbangan di atas, maka belajar mandiri dapat diartikan sebagai
usaha individu untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan
bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi
dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan
masalah yang dijumpainya di dunia nyata.
D.
Peranan Keluarga dalam
Menunjang Kemandirian Belajar Anak
Bagi orang tua yang sadar akan pentingnya pendidikan bagi anaknya, akan
selalu memandang anak sebagai mahluk yang berakal yang sedang timbuh dan
bergairah serta selalu ingin menyelidiki dan selalu ingin mengetahui sesuatu
yang ada disekelilingnya. Oleh karena itu orang tua merasa terpanggil untuk
mendidik atau memberikan perhatian atau motivasi kepada anak-anaknya. Namun
tidak dapat disangkal bahwa selama ini sebagian orang tua lupa dan lalai karena
tidak tahu bagaimana cara melaksanakan tugas yang amat penting itu. Banyak
diantara orang tua yang beranggapan bahwa kalau anak-anak sudah diserahkan
kepada guru di sekolah, maka selesailah tugas mereka dalam mendidik atau
memberikan perhatian terhadap pendidikan anaknya.
Hal tersebut sangat terkait dengan fungsi keluarga sebagaimana
dikemukakan oleh Masri (1974: 44) sebagai berikut :
a. Fungsi
dari keluraga itu tidak hanya merupakan turunan (biologis) tetapi juga
merupakan bahagian dari hidup bermasyarakat. Disini keluarga tidak hanya
bertugas memelihara anak, tetapi juga berfungsi untuk membentuk idea,
cita-cita dan sikap sosial dari anak-anak.
b. Bahwa
keluarga itu tidak mempunyai kewajiban untuk meletakkan dasar-dasar pendidikan,
rasa keagamaan, kemauan dan rasa kesukaan kepada keindahan, kecakapan dan
berekonomi dan pengetahuan penjagaan diri pada si anak.