Rabu, 20 November 2013

Peranan Filsafat Pendidikan terhadap Kebudayaan Bangsa



              2.1 Peranan filsafat pendidikan terhadap kebudayaan bangsa

      Perlu disadari bahwa manusia sebagai pribadi, masyarakat, bangsa dan negara hidup dalam suatu sosial budaya. Maka membutuhkan pewarisan dan pengambangan sosial budaya yang dilakukan melalui pendidikan. Agar pendidikan berjalan dengan baik. Maka membutuhkan filosofis dan ilmiah berbagai sifat normatif dan pedoman pelaksanaannya. Karena pendidikan harus secara fundamental yang berazas filosofis yang menjamin tujuan untuk meningkatkan perkembangan sosial budaya, martabat bangsaa, kewibawaan dan kejayaan negara.
      Pentingnya kebudayaan untuk mengembangkan suatu pendidikan dalam budaya nasional mengupayakan, melestarikan dan mengembangkan nilai budaya-budaya dan pranata sosial dalam menunjang proses pengembangan dan pembangunan nasional serta melestarikan nilai-nilai luruh budaya bangsa. Merencanakan kegairahan masyarakat untuk menumbuhkan kreaktivtas ke arah pembaharuan dalam usaha pendidikan yang tanpa kepribadian bangsa.
      Kebudayaan mempunyai fungsi yang besar bagi manusia dan masyarkat, berbagai macam kekuatan harus dihadapi seperti kekuatan alam dan kekuatan lain. Selain itu manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan baik secara spritual maupun materil. Manusia merupakan makhluk yang berbudaya. Melalui akalnya manusia danpat mengembangkan kebudayaan. Begitu pula manusia hidup dan tergantung pada kebudayaan sebagai hasil ciptaanya. Kebudayaan memberikan aturan bagi manusia dalam mengolah lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya. Dan kebudayaan juga diharakan dengan pendidikan yang akan mengembangkan dan membangkitkan budaya-budaya dulu, agar dia tidak punah dan terjaga untuk selamanya. Oleh karena itu, dengan adanya filsfat, kita dapat mengetahui tentang hasil karya manusia yang akan menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadal alam lingkungannya. Sehingga kebudayaan memiliki peran:
a.       Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya
b.      Wadah untuk menyalurkan perasan dan kemampuan lain
c.       Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia
d.      Pembeda manusia dengan binatang
e.       Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana harus bertindak dan berperilaku dalam pergaulan
f.       Pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaimnaa seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya jikga berhubungan dengan orang lain
g.      Sebagai modal dasar pembangunan
             
      Kebudayaan masyarkat tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dlaam melindungi masyarakt terhadap lingkungan di dalamnya.

2.2 Permasalahan masyarakat Indonesia yang kehilangan kebudayaan sebagai ciri khas bangsa

      Kebudayaan masyarakat Indonesia pada saat sekarang ini cukup memprihatinkan, dimana masyarakat Indonesia sudah tidak lagi mempunyai karakteristik kebudayaannya. Hal ini, juga tidak bias dilepaskan dari era globalisasi yang menimbulkan pemahaman baru pada masyarakat yang modernisasi. Globalisasi mempengaruhi berbagai aspek di masyarakat, diantaranya: aspek social budaya dimana dengan adanya jaringan internet yang memudahkan masyarakat berinteraksi. Globalisasi mengubah kehidupan di masyarakat dimana berakibat pada perubahan karakter masyarakat itu sendiri. Perilaku yang banyak di jumpai pada masyarakat Indonesia pada saat ini seperti perilaku kekerasan, tidak menghormati, tidak menghargai sesama, juga kurangnya budaya malu yang menimbulkan perpecahan, keresahan, dan ketidaknyamanan antara masyarakat untuk bebas berinteraksi.
      Indonesia dikenal sebagai kebudayaan ketimuran yang yang mengutamakan adab sopan santun seperti: rasa malu, gotong royong, saling menghormati, menghargai, serta menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan. Tapi hal tersebut sudah tidak bisa dirasakan pada saat sekarang ini, karena jarang sekali ditemukan budaya masyarakat Indonesia seperti itu terutama pada kalangan pelajar. Banyaknya pengaruh dari luar mengakibatkan perubahan karakteristik yang ada pada masyarakat Indonesia. Bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari banyaknya masyarakat yang lebih bersifat individualisme dimana mereka lebih mementingkan diri sendiri, kebebasan, dan tanggung jawab bagi dirinya sendiri . Contohnya saja banyaknya berita-berita tentang korupsi, tawuran antar warga, tawuran antar pelajar, serta perebutan tanah untuk kepentingan pribadi dari pada kepentingan bersama, dan haltersebut telah banyak memakan korban jiwa.
      Globalisasi juga menyebabkan memudarnya kebudayaan cara berpakaian masyarakat Indonesia. Seperti yang kita lihat masyarakat Indonesia terlebihnya para remaja sangat mengikuti trend an mode yang sedang hangat, sehingga apa yang mereka lakukan dan pakai tidak sesuai dengan kebudayaan tersebut. Hal itulah yang menyebabkan memudarnya nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia. Misalnya saja cara berpakaian masyarakat atau remaja Indonesia yang meniru cara berpakaian orang barat yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada.
      Budaya masyarakat Indonesia merupakan karakteristik yang harus dipegang teguh.  Pada saat ini kebudayaan masyarakat Indonesia mengalami krisis, dimana masyarakat tidak mempunyai rasa ketertarikan kepada budayanya sendiri. Hal tersebut sangat memprihatinkan, bangsa Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai beragam kebudayaan yang seharusnya dilestarikan supaya tidak pudar. Budaya merupakan aset bangsa yang sangat berharga,  yang harus dipertahankan kelestariannya karena budayya bukan hanya peninggalan zaman dahulu tetapi juga merupakan warisan dari nenek moyang kita yang mencerminkan kararteristik masyarakat Indonesia yang tidak dapat dibeli oleh apapun dan oleh Negara manapun.
      Oleh karena itu, peran dari semua masyarakat Indonesia terutama dikalangan keluarga perlu ditumbuhkan adab sopan santun. Adanya rasa saling merhargai sesama dan menghormati orang yang lebih tua , dan dari sinilah dimulai membentuk karakteristik masyarakat Indonesia dengan mengedepankan budaya malu dan gotong royong sebagai wujud persatuan dan kesatuan bangsa menuju masyarakat Indonesia yang berkarakter dan berbudaya.





2. 3  Nilai pancasila sebagai kebudayaan masyarakat Indonesia

      Bangsa Indonesia yang dikenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut terhadap sesama mampu memberikan sumbangan terhadap pelaksanaan Pancasila, hal ini terbukti dengan adanya pondok-pondok atau padepokan yang dibangun mencerminkan kebersamaan dan sifat manusia yang beradab. Pandangan hidup masyarakat yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
       Kebudayaan Indonesia ialah kebudayaan yang berdasarkan Pancasila. Ada dua hal yang dikandung dalam Pancasila, yaitu pluralisme dan teosentrisme. Demokrasi terletak dalam partisipasi seluruh warga negara dalam kebudayaan. Pancasila berkaitan erat dengan kebudayaan Indonesia. Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai nilai atau simbol. Hasil perkembangan kebudayaan Pancasila yang paling spektakuler adalah Bahasa Indonesia. Karena melalui bahasa Indonesia, koneksi sosial antar etnis dan kebudayaan dapat terjalin dengan sangat baik. Kebudayaan adalah akar dari Pancasila karena di dalam Pancasila terkandung nilai kebudayaan, di mana nilai tersebut adalah nilai tertinggi dalam hal Persatuan bangsa. perkembangan budaya itu sendiri harus sesuai dengan nilai Pancasila. Karena Pancasila mencerminkan kebudayaan kita, bangsa Indonesia.

Rabu, 06 November 2013

Strategi Pembelajaran Membaca dan Menulis


Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca, seseorang akan dapat memperoleh informasi, ilmu dan pengetahuan, serta pengalaman-pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan pembaca untuk mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya. Dengan demikian, kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh siapa pun yang ingin maju dan meningkatkan diri. Oleh karena itu, pembelajaran membaca di sekolah maupun di luar sekolah mempunyai peranan penting.
A. Pembelajaran Membaca Permulaan
Pengertian yang paling umum dari membaca adalah kegiatan berinteraksi dengan bahasa yang dikodekan dalam huruf-huruf. Membaca merupakan aktivitas menguraikan kode-kode cetakan (tulisan) ke dalam bunyi yang mewakili makna tertentu. Pembelajaran membaca diawali dengan pramembaca sehingga siswa memiliki kesiapan membaca (reading readiness) baru kemudian dilanjutkan dengan kegiatan membaca (pengenalan, pelafalan, dan pemaknaan lambang/tanda bunyi bahasa).
Dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain ialah
1)      Metode Abjad dan Metode Bunyi
Metode abjad dan metode bunyi, menurut Akhadiah merupakan metode-metode yang sudah sangat tua. Dalam penerapannya, kedua metode tersebut sering menggunakan kata-kata lepas. Beda antara metode abjad dan metode bunyi terletak pada pengucapan huruf. Pada metode abjad, huruf diucapkan sebagai abjad (/a/, /be/, /ce/, dan seterusnya), sedangkan pada metode bunyi, huruf diucapkan sesuai dengan bunyinya [a], [b], [c], dan seterusnya.
Contoh: bo-bo ——bobo

2)      Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan Metode Kata Lembaga
Metode kupas rangkai suku kata dan metode kata lembaga, dalam penerapannya menggunakan cara mengurai dan merangkaikan.
a)      Metode kupas rangkai suku kata dilakukan untuk mengenalkan huruf kepada siswa. Suku kata yang sudah dikenal oleh siswa diuraikan menjadi huruf, kemudian huruf dirangkaikan lagi menjadi suku kata.
Contoh: nina — ni – na — n-i – n-a —ni-na
b)      Metode Kata Lembaga
Kepada siswa disajikan kata-kata: salah satu diantaranya merupakan kata lembaga, yaitu kata yang sudah dikenal oleh siswa. Kata tersebut diuraikan menjadi suku kata, suku kata diuraikan menjadi huruf. Setelah itu huruf dirangkai lagi menjadi suku kata, dan suku kata dirangkaikan menjadi kata.
Contoh: bola — bo-la — b – o — l – a — bo-la — bola

3)      Metode Global
Metode global adalah metode yang melihat segala sesuatu merupakan keseluruhan. Metode ini timbul sebagai akibat adanya pengaruh aliran psikologi gestalt, yang berpendapat bahwa suatu kebulatan atau kesatuan akan lebih bermakna daripada jumlah bagian-bagiannya. Dalam penerapannya, metode ini memperkenalkan kepada siswa beberapa kalimat untuk dibaca. Sesudah siswa dapat membaca kalimat-kalimat itu, salah satu di antaranya dipisahkan untuk dikaji, dengan cara menguraikannya atas kata, suku kata dan huruf-huruf. Sesudah siswa dapat membaca huruf-huruf itu, kemudian huruf-huruf dirangkaikan lagi sehingga terbentuk suku kata, suku-suku menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat lagi.

4)      Metode SAS
Dalam pelaksanaannya, metode ini dibagi dalam dua tahap, yaitu :
a)      Membaca Tanpa Buku
Tahap membaca tanpa buku merupakan tahap pertama dalam proses pengajaran membaca permulaan. Pada periode ini guru menggunakan alat bantu atau media kecuali buku. Pembelajaran dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut.
·         Merekam Bahasa Siswa
Bahasa yang digunakan oleh siswa di dalam percakapan mereka, direkam untuk digunakan bahan bacaan. Karena bahasa yang digunakan sebagai bahan adalah bahasa siswa sendiri maka siswa tidak akan mengalami kesulitan. Hal ini erat hubungannya dengan siswa pada waktu sekolah. Dari segi kebahasaannya, mereka telah menguasai bahasa ibunya. Mereka juga mempuyai berbagai pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya dari lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar rumahnya. Latar belakang kebahasaan, pengetahuan, serta pengalaman mereka berbeda-beda. Pada hari pertama guru mencatat kalimat-kalimat yang diucapkan. Kalimat-kalimat inilah yang dijadikan pola dasar untuk pengajaran membaca permulaan.
·         Menampilkan Gambar Sambil Bercerita
Dalam hal ini, guru memperlihatkan gambar kepada siswa, sambil bercerita sesuai dengan gambar tersebut. Kalimat-kalimat yang digunakan guru dalam bercerita itu digunakan sebagai pola dasar bahan membaca.
Contoh : Guru memperlihatkan gambar seorang anak yang sedang menulis, sambil bercerita, misalnya Ini Adi. Adi duduk di kursi. Ia sedang menulis surat. Dan seterusnya. Kalimat-kalimat guru tersebut ditulis di papan tulis dan digunakan sebagai bahan bacaan.
Tentu saja dalam kalimat ini pendekatan dan pemilihan gambar harus dilakukan dengan seksama. Gambar-gambar itu harus menarik dan dapat dirangkaikan menjadi cerita. Guru dapat menggunakan gambar-gambar tersebut untuk bahan cerita. Melalui pertanyaan-pertanyaan pancingan dari guru, siswa mengemukakan kalimat sehubungan dengan gambar yang ditampilkan satu persatu. Gambar itu kemudian ditempelkan pada papan flanel dengan urutan yang baik sehinga dapat dirangkaikan menjadi cerita sederhana.
·         Membaca Gambar
Guru menunjukkan sebuah gambar, misalnya gambar seorang laki-laki berumur 7 tahun dan melekatkannya di papan flanel. Ia mengtakan “ini Nana”. Kemudian, ia melekatkan tulisan/ kalimat “ini Nana”di bawahnya . Jika guru menunjuk gambar itu siswa menyebutkan kalimatnya. Demikian dilakukan oleh guru dan siswa dengan beberapa gambar. Dalam hal ini siswa belajar membaca gambar.
·         Membaca gambar dengan kartu kalimat
Setelah siswa dapat membaca gambar dengan lancar, guru menempatkan kartu kalimat di bawah gambar. Kartu kalimat yang disertakan pada gambar yang dibaca siswa akan menarik perhatian siswa. Mereka memperhatikan kartu dan tulisan tersebut. Siswa dapat melihat bahwa secara keseluruhan tulisan kalimat itu berbeda-beda untuk setiap gambar. Guru dapat menggunakan kartu kalimat, kartu kata, kartu huruf, dan kartu gambar. Selain itu guru dapat menggunakan papan flanel untuk menguraikan dan menggabungkan kartu-kartu tersebut.
·         Proses strktural
Gambar yang memandu kalimat pada kartu kemudian dihilangkan. Siswa mulai belajar membaca kalimat secara struktural atau secara global. Untuk memeriksa apakah siswa telah mampu membaca secara struktural, guru dapat menemukan urutan letak kartu, atau mengangkat semua kartu kalimat kemudian menampilkannya satu-satu secara acak dan meminta siswa membacanya.
·         Proses analitik
Jika proses struktural berjalan dengan baik, maka siswa akan memdengar dan melihat adanya kelompok-kelompok yang diucapkan atau dibacanya.
Contoh: Ini mama Nana
Ini adik Nana

Dengan begitu proses selanjutnya, yaitu proses analitik dapat dimulai. Kalimat diurai menjadi kata, kata menjadi suku kata, dan suku kata menjadi huruf melalui kegiatan analitik ini, siswa diharapkan mampu mengenali huruf-huruf dalam kalimat itu. Juga mengnalisa bunyi yang sesuai dengan huruf-hurufnya. Misalnya bunyi “T” pada posisi awal, “A” pada posisi tengah, dan “S” pada posisi akhir.Siswa pada akhirnya mengenali huruf. Dari proses analitik ini diperoleh kartu kata, kartu suku, kartu huruf.
Ini nina
Ini ni na
I ni ni na
I n i n i n a
·         Proses sintetik
Sesudah siswa mampu mengenali huruf dalam kalimat, maka huruf yang sudah terpisah itu digabungkan kembali menjadi kata dan akhirnya menjadi kalimat. Pengenalan huruf baru tetap dilakukan melalui kalimat dengan proses struktural analitik-sintetik seperti di atas, dengan menggunakan kartu-kartu. Pendekatan sintetik adalah pendekatan yang menekankan kepada bunyi yang diberikan pada berbagai huruf. Bila para siswa telah mempelajari nilai-nilai bunyi pada huruf dan kombinasi huruf, mereka diharapkan dapat mencampurkan (mensitesakan) huruf-huruf ke dalam kata seperti pada kata “TAS” tadi.
I n i n a n a
I ni na na
Ini na na
Ini nana
b)       Membaca dengan Buku
Setelah siswa mengenal huruf melalui kegiatan membaca tanpa buku, selanjutnya anak dihadapkan pada tulisan dalam buku. Pembelajaran dapat dilakukan melalui kegiatan membaca buku pelajaran, membaca bacaan sederhana yang dipilih guru (gunakan gambar dan kartu kata), dan membaca bacaan yang disusun siswa secara individual maupun kelompok. Pembelajaran dapat dilakukan secara integratif.

B.  Pembelajaran Menulis Permulaan
Kaitan antara menulis dan membaca sangat erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Pada waktu guru mengajarkan menulis kata atau kalimat, siswa tentu akan membaca kata atau kalimat tersebut. Kemampuan membaca diajarkan sejak dini, maka kemampuan menulis pun diajarkan sejak dini. Kemampuan menulis merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat produktif; artinya merupakan kemampuan yang menghasilkan tulisan. Menulis memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks. Kemampuan yang diperlukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan logis, kemampuan mengungkapkan pikiran secara jelas, menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan menerapkan kaidah tulis-menulis secara baik. Kemampuan ini diperoleh lewat jalan yang panjang. Sebelum sampai pada tingkat kemampuan menulis ini (menulis lanjut), siswa harus mulai dari tingkat awal, tingkat permulaan, mulai dari pengenalan dan penulisan lambang-lambang bunyi. Pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh pada tingkat permulaan pada pembelajaran menulis permulaan, akan menjadi dasar peningkatan dan pengembangan kemampuan menulis selanjutnya. Apabila dasar itu baik dan kuat, diharapkan pengembangnnya pun dapat baik dan apabila dasar itu kurang baik atau lemah, maka diperkirakan hasil pengembangnnya akan kurang baik juga. Mengingat hal itu maka selayaknya pembelajaran menulis permulaan mendapat perhatian yang memadai dari guru.
Pembelajaran menulis permulaan diawali dengan pramenulis (memegang pinsil, gerakan tangan dalam menulis), mengeblat:menggunakan karbon, kertas tipis, menebalkan tulisan, menghubungkan titik-titik membentuk huruf, dan menatap (koordinasi mata, ingatan, dan ujung jari). Kegiatan belajar dilanjutkan pada kegiatan menyalin tulisan, menulis halus, dikte, melengkapi tulisan (dengan huruf, suku kata, dan kata), dan menulis nama.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran menulis permulaan pada hakikatnya sama dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan. Persyaratan pembelajaran menulis permulaan seyogyanya siswa sudah bisa membaca apa yang akan mereka tulis. Seperti pada kegiatan membaca permulaan, pembelajaran menulis permulaan juga melalui dua tahapan yaitu tahap prapembelajaran berkaitan dengan kesiapan menulis siswa dan tahap menulis permulaan melalui kegiatan menjiplak/mengeblat, menyalin/meniru, menatap, menulis halus/indah, dikte/imlak, dan mengarang sederhana melalui berbagai imbingan. Metode yang dapat digunakan antara lain (l) metode ebjad, (2) metode kupas rangkai suku kata, (3) metode kata lembaga, dan (4) metode struktural analitik sintetik (SAS). Dalam pembelajaran menulis, metode metode yang dipandang paling cocok dengan jiwa anak adalah metode SAS. Menurut Supriyadi dkk. (l992) alasan mengapa metode SAS dipandang paling baik antara lain (l) metode ini menganut prisip ilmu bahasa umum, bahwa bentuk bahasa terkecil adalah kalimat, (2) memperhitungkan perkembangan pengalaman bahasa anak, dan (3) metode ini menganut prinsip menemukan sendiri. Dalam penerapan metode SAS, guru melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
a.       Guru menuliskan sebuah kalimat sederhana, membacanya, siswa menyalinnya.
b.      Kalimat itu diuraikan ke dalam bentuk kata-kata. Setelah dibaca siswa menyalin kata-kata itu seperti yang dilakukan guru.
c.       Kata-kata dalam kalimat itu diuraikan lagi atas suku-sukunya. Setelah dibaca, siswa menyalin suku kata-suku kata itu seperti yang dilakukan guru.
d.      Suku kata itu pun diuraikan lagi atas huruf-hurufnya. Siswa menyalin seperti yang dilakukan guru.
Setelah guru memberikan penjelasan lebih lanjut, huruf-huruf itu dirangkaikan kembali menjadi suku kata, kata, dan kalimat untuk kemudian siswa menyalinnya seperti yang dilakukan guru. Kegiatan-kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
a.       Penulisan kata-kata dan kalimat sederhana yang sudah dikenal atau yang baru dengan huruf balok.
b.      Menyalin kata-kata yang cocok dengan gambar yang ditunjukkan guru.
c.       Penulisan huruf yang ada pada kartu, yang telah disusun menjadi kata.
d.      Penulisan cerita di dalam gambar dengan bimbingan guru.
e.       Penulisan kata-kata yang sudah dikenal (dengan didiktekan guru).
f.       Penulisan kalimat sederhana yang dimulai dengan huruf kapital diakhiri tanda titik.
g.      Penulisan jawaban atas pertanyaan berkaitan dengan isi bacaan.
Selanjutnya pembelajaran menulis sudah mengarah pada kegiatan mengarang yang diawali dengan pembelajaran mengarang permulaan (mengarang sederhana berdasarkan gambar seri, cerita sederhana, atau pengalaman siswa) sampai pada tingkat mengarang lanjut. Pembelajaran menulis lanjut diarahkan pada pengembangan kemampuan menulis beragam bentuk tulisan.