A.
Pengertian Intelektual
Intelek adalah kemampuan jiwa atau
psikis yang relatif menetap dalam proses berpikir untuk membuat
hubungan-hubungan tanggapan, serta kemampuan memahami, menganalisis,
mensintesiskan, dan mengevaluasi. Intelektual berfungsi dalam pemben-tukan
konsep yang dilakukan melalui pengindraan pengamatan, tanggapan, ingatan, dan
berpikir.
Konsep yang mendasari pengertian
merupakan kemampuan untuk menangkap sifat, arti, atau keterangan mengenai
sesuatu dan mempunyai gambaran yang jelas dan lengkap tentang hal tersebut
(Hurlock, 1990). Pengertian didasarkan pada konsep yang terbentuk melalui
pengindraan. Konsep bukan kesan pengindraan secara langsung, melainkan dapat
merupakan penggabungan atau perpaduan berbagai hal yang disatukan dengan
berbagai unsur, berbagai objek, dan situasi, sehingga menyatukannya dalam satu
konsep. Konsep besifat simbolis sebab bergantung pada situasi yang dihadapi
maupun sifat benda. Konsep juga kadang mempunyai sifat afektif yaitu suatu
bobot emosional yang menjadi bagian dari konsep tersebut dan membentuk perasaan
dan sikap seseorang terhadap orang, benda, atau situasi yang dikmebangkan
dengan konsep tersebut. Jadi, konsep merupakan hal yang penting karena
menentukan apa yang diketahui dan diyakini seseorang dan yang akan dilakukan
seseorang.
Fungsi intelektual berkaitan dengan
intelegensi dinyatakan sebagai kecerdasan. Kecerdasan intelektual atau
intelegensi merupakan suatu kapasitas atau suatu kecakapan potensial yang
terdiri atas: (1) faktor G (general factors) yang mendasari hampir semua perbuatan
individu, (2) faktor S (special factors) yang berfungsi dalam perbuatan khusus
yang khas, mirip dengan bakat, dan (3) faktor C (common factors) yang merupakan
rumpun dari beberapa faktor khusus.
B.
Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Perkembangan Intelektual
Memang untuk
menjadi seorang intelektual membutuhkan suatu proses yang tidak sebentar dan
juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya :
·
Pembawaan
·
Kematangan
·
Pembentukan
·
Minat
·
Kebebasan
Namun
demikian, agar kematangan intelektual terpatri dalam diri manusia muda, maka
dalam proses pembelajarannya harus mengarah menuju kematangan intelektual.
C.
Klasifikasi Intelegensi
Menurut Thurston (Sukmadinata, 2003) ada
tujuh faktor C, yaitu: kemampuan verbal, kelancaran menggunakan kata-kata,
memecahkan masalah matematis, memahami ruang, mengingat, melakukan
pengamatan/persepsi, dan berpikir logis. Dengan adanya beberapa pengelompokan
kecerdasan tersebut, Gardner mengemukakan konsep kecerdasan ganda (multiple
intelligence). Namun, pada bagian ini akan dibahas mengenai kecerdasasan
intelektual seseorang yang biasa dikenal dengan istilah IQ (Intelligence
Quotient). IQ atau intelligence quotient merupakan hasil bagi usia mental
dengan usia kronologis/kalender dikalikan dengan seratus. Terdapat beberapa
jenis tes IQ yang dikembangkan oleh berbagai ahli psikologi, seperti tes IQ
yang disusun oleh Binet dan direvisi oleh Terman dan tes IQ yang disusun oleh
Wechsler. Dengan berpegang pada satuan ukuran IQ, maka kecerdasan dalam
populasi dikategorikan dalam tabel berikut ini (Sukmadinata, 2003).

Individu atau anak-anak dengan IQ di
bawah 70 termasuk kelompok anak terbelakang. Umumnya mereka tidak bisa belajar
pada sekolah biasa, tetapi perlu mendapat pendidikan atau pelatihan di sekolah
khusus dalam sesuatu bidang atau kemampuan tertentu. Demikian juga halnya
anak-anak dengan IQ di atas 140 (genius). Walaupun mereka tidak bersekolah khusus,
tetapi perlu diperlakukan atau diberi bimbingan khusus agar dapat berkembang
sesuai dengan kecerdasannya.
D.
Perkembangan Tingkat
Kecerdasan Terhadap Keberhasilan Belajar
Kecerdasan
secara umum dipahami pada dua tingkat yakni : 1) Kecerdasan sebagai suatu
kemampuan untuk memahami informasi yang yang membentuk pengetahuan dan
kesadaran. 2) Kecerdasan sebagai keampuan untuk memproses informasi sehingga
masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan dan dengan demikian
pengetahuan pun bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu
bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien.
Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi
pencapaian strategi yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya
orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yanga kurang cerdas. Yang
sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas
(sedikitnya di sekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari
rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.
Kecerdasan
dan Kesuksesan Kecerdasan memang bukan satu-satunya elemen kesuksesan. Walaupun
dewasa ini banyak orang tua yang seringkali menekankan agar anaknya berprestasi
secara akademik di sekolah dan menjadi juara dengan harapan ketika dewasa
mereka bisa memasuki perguruan tinggi yang berprestasi karena memiliki
kepercayaan bahwa sukses di sekolah adalah kunci utama untuk sukses di
kehidupan yang akan datang. Namun pada kenyataannya, kita tidak bisa
mengingkari bahwa sangat sedikit orang-orang yang sukses di dunia ini yang
menjadi juara di masa sekolah. Seperti Bill Gates (Pemilik Microsoft), Tiger
Wood (Pemain golf) misalnya, dia adalah beberapa dari ribuan orang yang
dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi menjadi orang yang sangat berhasil di
bidangnya. Dale Carnegie (1889-1955), bahkan tidak menyebutkan kecerdasan
secara eksplisit (dalam pengertian umum) sebagai elemen keberhasilan. Beliau
mengatakan bahwa untuk berhasil dibutuhkan 10 (sepuluh kualitas) yaitu : 1)
Rasa percaya diri yang berlandaskan konsep diri yang sehat, 2) Keterampilan
berkomunikasi yang baik, 3) Keterampilan antar manusia yang baik, 4) Kemampuan
memimpin diri sendiri dan orang lain, 5) Sikap positif terhadap orang, kerja,
dan diri sendiri, 6) Keterampilan menjual ide dan gagasan, 7) Kemampuan
mengingat yang baik, 8) Kemampuan mengatasi masalah, stres, dan kekhawatiran,
9) Antusiasme yang menyala-nyala, dan 10) Wawasan hidup yang luas. Jadi
jelaslah bahwa kecerdasan, yang biasanya diukur dengan skala IQ, memang bukan
elemen tunggal atau tiket menuju sukses.
E.
Usaha – Usaha Yang Dapat dilakukan Guru Untuk
Mengembangkan Intelektual (Daya Cipta) Peserta Didik
Upaya
Guru dalam mengawasi perkembangan intelektual adalah harus memahami karakter
siswa karena tingkat kepintaran siswa tidak semua sama, jadi guru diharuskan
menyesuaikan metode mengajar dengan kemampuan siswanya, guru mampu memberikan
pengarahan tentang cara berpikir dewasa secara bertahap karena apabila
dipaksakan siswa dapat depresi, membimbing siswa untuk berpikir ilmiah yang
memandang masalah dari berbagai aspek sehingga solusi yang diperoleh akan
maksimal, melakukan pendekatan dengan membiarkan siswa memutuskan suatu hal
secara sendiri, dan memulai dari hal yang terkecil.