Senin, 25 Februari 2013

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA HAMBATAN PERKEMBANGAN BAHASA



A.    Penyebab Terjadinya Hambatan Pada Perkembangan Bahasa. Perkembngan Bicara, Hambatan Suara Irama
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 – 10% pada anak sekolah.
Penyebab keterlambatan bicara sangat luas dan banyak, Gangguan tersebut ada yang ringan sampai yang berat, mulai dari yang bisa membaik hingga yang sulit untuk membaik.
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya ringan dan hanya merupakan ketidakmatangan fungsi bicara pada anak. Pada usia tertentu terutama setelah usia 2 tahun akan membaik. Bila keterlambatan bicara tersebut bukan karena proses fungsional maka gangguan tersebut haruis lebih diwaspadai karena bukan sesuatu yang ringan.
Semakin dini mendeteksi keterlambatan bicara, maka semakin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut Bila keterlambatan bicara tersebut nonfungsional maka harus cepat dilakukan stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada anak tersebut. Deteksi dini keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak ini. Kegiatan deteksi dini ini melibatkan orang tua, keluarga, dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat anak tersebut. Sehingga dalam deteksi dini tersebut harus bisa mengenali apakah keterlambatan bicara anak kita merupakan sesuatu yang fungsional atau yang nonfungsional.
Faktor Resiko :
Bayi dengan beberapa faktor resiko harus lebih diwaspadai dan dilakukan deteksi dini lebih cermat. Faktor resiko yang harus diwaspadai adalah :
·         Bayi prematur terutama dengan kompolikasi sepsis, poerdarahan otak dan komplikasi lainnya
·         Bayi berat badan lahir rendah
·         Bayi dengan riwayat sering muntah (GER, diserta riwayat alergi dan hipersensitifitas makanan. Baca : Adakah hubungan keterlambatan bicara, GER (kebiasaan muntah) dan Alergi makanan )
·         Bayi saat paska kelahiran dirawat di NICU dengan kuning sangat tinggi, terapi tranfusi tukar, gangguan kejang, peradarahan otak, lahir tidak menangis (asfiksia), harus lebih diwaspadai beresiko mengalami gangguan keterlambatan bicara
·         Saudara mengalami gangguan pendengaran
·         Infeksi kehamilan TORCH pada ibu hamil



Secara umum jenis dan penyebab keterlambatan bicara pada anak dibedakan :
1)      Keterlambatan bicara ringan dan tidak berbahaya sering disebut keterlambatan bicara fungsional).
·         Keterlambatan bicara ini biasanya disebabkan karena keterlambatan gangguan koordinasi oral motor atau gerakan mulut atau ketidakmatangan fungsi organ otak tetapi tanpa disebabkan karena kelainan di otak.
·         Untuk memastikan status keterlambatan fungsional harus dengan cermat menyingkirkan gejala keterlambatan nonfungsional.
·         Gejala umum keterlambatan bicara nonfungsional adalah adanya gangguan bahasa reseptif, gangguan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor dan keterlambatan perkembangan.
2)      Keterlambatan bicara organik atau nonfungsional yang harus diwaspadai. Keterlambatan bicara jenis yang harus diwaspadai ini adalah keterlambatan bicara yang disebabkan karena gangguan organ tubuh terutama adanya kelainan di otak. Dicurigai keterlambatan bicara nonfungsional bila disertai :
·         Kelainan neurologis bawaan atau didapat seperti wajah dismorfik, perawakan pendek, mikrosefali, makrosefali, tumor otak, kelumpuhan umum, infeksi otak, gangguan anatomis telinga, gangguan mata, cerebral palsi dan gangguan neurologis lainnya.
·         Gangguan pendengaran (bila anak dapat mengikuti perintah, dapat bergoyang saat mendengarkan lagu, dan dapat bersenandung lagu biasanya bukan gangguan pendengaran tidak perlu harus tes BERA (tes gangguan pendengaran). tetapi bila tidak terdapat gangguan tersebut maka perlu diilakukan tes BERA.
·         Gangguan kecerdasan : (bila dapat mengikuti perintah ringan, dapat melakukan gerakan dada, jabat tangan dan respon non verbal bnaik biasanaya bukan gangguan kecerdasan)
·         Autis (bila kontak mata atau pandangan mata bisa melihat lawan bicara lama dan baik baik biasanya bukan gangguan autis.
·         Ciri lain keterlambatan bicara nonfungsional biasanya termasuk keterlambatan yang berat.

Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukung seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran.
Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme oral-motor dalam fungsinya untuk bicara dan makan. Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf. Sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf itu sehingga menimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara. Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata­kata atau kehilangan kemampuan untuk menangkap arti kata­kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik. Anak-anak dengan afasia didapat memiliki riwayat perkembangan bahasa awal yang normal, dan memiliki onset setelah trauma kepala atau gangguan neurologis lain (contohnya kejang). Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara. Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang spasmodik, bisa terjadi spasme tonik dari otot otot bicara seperti lidah, bibir, dan laring. Terdapat kecenderungan adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.
Adapun penyebab dari keterlambatan bicara ini disebabkan oleh beragam faktor, seperti:
a)      Hambatan pendengaran 
Pada beberapa kasus, hambatan pada pendengaran berkaitan dengan keterlambatan bicara. Jika si anak mengalami kesulitan pendengaran, maka dia akan mengalami hambatan pula dalam memahami, meniru dan menggunakan bahasa. Salah satu penyebab gangguan pendengaran anak adalah karena adanya infeksi telinga.

b)      Hambatan perkembangan pada otak yang menguasai kemampuan oral-motor 
Ada kasus keterlambatan bicara yang disebabkan adanya masalah pada area oral-motor di otak sehingga kondisi ini menyebabkan terjadinya ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. Akibatnya, si anak mengalami kesulitan menggunakan bibir, lidah bahkan rahangnya untuk menghasilkan bunyi kata tertentu.
c)      Masalah keturunan 
Masalah keturunan sejauh ini belum banyak diteliti korelasinya dengan etiologi dari hambatan pendengaran. Namun, sejumlah fakta menunjukkan pula bahwa pada beberapa kasus di mana seorang anak anak mengalami keterlambatan bicara, ditemukan adanya kasus serupa pada generasi sebelumnya atau pada keluarganya. Dengan demikian kesimpulan sementara hanya menunjukkan adanya kemungkinan masalah keturunan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi.
d)     Masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua 
Masalah komunikasi dan interaksi dengan orang tua tanpa disadari memiliki peran yang penting dalam membuat anak mempunyai kemampuan berbicara dan berbahasa yang tinggi. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka berkomunikasi dengan si anak lah yang juga membuat anak tidak punya banyak perbendaharaan kata-kata, kurang dipacu untuk berpikir logis, analisa atau membuat kesimpulan dari kalimat-kalimat yang sangat sederhana sekali pun. Sering orang tua malas mengajak anaknya bicara panjang lebar dan hanya bicara satu dua patah kata saja yang isinya instruksi atau jawaban sangat singkat. Selain itu, anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri sejak dini (lebih banyak menjadi pendengar pasif) karena orang tua terlalu memaksakan dan “memasukkan” segala instruksi, pandangan mereka sendiri atau keinginan mereka sendiri tanpa memberi kesempatan pada anaknya untuk memberi umpan balik, juga menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan bicara, menggunakan kalimat dan berbahasa.
e)      Faktor Televisi 
Anak batita yang banyak nonton TV cenderung akan menjadi pendengar pasif, hanya menerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Belum lagi suguhan yang ditayangkan berisi adegan-adegan yang seringkali tidak dimengerti oleh anak dan bahkan sebenarnya traumatis (karena menyaksikan adegan perkelahian, kekerasan, seksual, atau pun acara yang tidak disangka memberi kesan yang mendalam karena egosentrisme yang kuat pada anak dan karena kemampuan kognitif yang masih belum berkembang). Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu yang mana seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari lingkungan/orang tua untuk kemudian memberikan feedback kembali, namun karena yang lebih banyak memberikan stimulasi adalah televisi (yang tidak membutuhkan respon apa-apa dari penontonnya), maka sel-sel otak yang mengurusi masalah bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya.

B.     Pengaruh Terhambatnya Perkembangan Bahasa Pada Kehidupan Emosional, Sosial, Komunikasi dan Akademik
Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif atau sebaliknya menampakkan kebimbangan dan keragu-raguan. Emosi anak tunarungu selalu bergolak disatu pihak karena kemiskina bahasanya dan pihak lain karena pengaruh dari liuar yang diterimanya. Anak tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak dikenalnya akan tampak resah dan gelisah.
Manusia sebagai makhluksosial selalu memerlukan kebersamaan dengan orang lain. Demikian  pula anak tunarungu, ia tidak terlepas dari kebutuhan tersebut. Akan tetapi karena mereka memiliki kelainan dalam segi fisik, biasanya akan menyebabkan suatu kelainan dalam segi fisik, biasanya akan menyebabkan suatu kelainan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan. Pada umumnya lingkungan melihat mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seseorang yang kurang berkarya. Dengan penilaian lingkungan yang demikian, anak tunarungu merasa benar-benar kurang berharga. Dengan demikian dari penilaian yang demikian juga memberikan pengaruh yang benar-benar besar terhadap perkembangan fungsi social. Anak tunarungu banyak dihinggapi kecemasan karena menghadapi lingkungan yang beraneka ragam komunikasinya, hal seperti ini akan membingungkan anak tunarungu. Anak tunarungu sering mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacam-macan.
Hubungan social banyak ditentukan oleh komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Kesulitan komunikasi tidak bisa dihindari. Namun bagi anak tunarungu tidaklah demikian karena anak ini mengalami hambatan dalam berbicara. Kemiskinan bahasa membuat dia tidak mampu terlibat secara baik dalam situasi sosialnya. Sebaliknya, orang lain akan sulit memahami perasaan dan pikirannya.

Kamis, 21 Februari 2013

Ortopedi



Ortopedi adalah spesialisasi medis yang berkaitan dengan koreksi cacat yang disebabkan oleh penyakit atau kerusakan (termasuk trauma) tulang dan sendi dari sistem kerangka.

B.     Ruang Lingkup Ortopedi
Saat Ini Ortopedi modern bertanggung jawab untuk mengelola diagnosis dan penatalaksanaan penyakit/kelainan ortopedi serta trauma muskuloskeletal. Ruang lingkup ortopedi tidak saja terbatas terhadap tulang dan sendi tapi juga pada struktur - sturktur yang melekat pada tulang dan sendi termasuk didalamnya otot, tendo, ligamentum, bursa, sinovia, saraf, dan pembuluh darah.
Ruang Lingkup Ortopedi dan Traumatologi meliputi :
1.      Trauma Muskoloskeletal
2.      Kelainan bawaan dan perkembangan
3.      Infeksi dan inflamasi
4.      Penyakit reumatik, artopati dan artritis metabolik
5.      Kelainan metabolik dan endokrin pada tulang
6.      Kelainan degeneratif tulang dan sendi
7.      Kelainan neuromuskuler
8.      Kelainan epifisis dan lempeng epifisis
9.      Tumor Muskuloskeletal
10.  Rehabilitasi
C.     Tujuan Ortopedi
Membantu Perkembangan Fisik
Dalam proses pendidikan guru harus turut bertanggung jawab terhadap pengembangan fisiknya dengan cara bekerja sama dengan staf medis. Hambatan utama dalam belajar adalah adanya gangguan motorik. Oleh karena itu, guru harus dapat mengatasi gangguan tersebut sehingga anak memperoleh kemudahan dalam mengikuti pendidikan. Guru harus membantu memelihara kesehatan fisik anak, mengoreksi gerakan anak yang salah dan mengembangkan ke arah gerak yang normal.

Minggu, 17 Februari 2013

Tujuan Pendidikan Menolong Diri Sendiri Dan Prinsip – Prinsip Pendidikan Menolong Diri Sendiri Untuk Anak Tunagrahita



A.    Pengertian Pendidikan Menolong Diri Sendiri
Dalam pembahasan mengenai menolong diri sendiri terdapat beberapa istilah yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Istilah-istilah tersebut antara lain activities of daily living yang disingkat ADL, mengurus diri atau merawat diri (self care), dan menolong diri (self help). Materi ketiga-tiganya tersebut sama atau hampir sama yaitu pelajaran yang menyangkut kegiatan jasmaniah yang dilakukan sehari-hari secara rutin.
Suhaeri (1992:18) menjelaskan bahwa istilah ADL digunakan berkaitan dengan latihan gerak untuk kegiatan sehari-hari untuk anak tunadaksa. Istilah mengurus diri atau merawat diri digunakan untuk kontek pembelajaran anak tunagrahita berat. Sedangkan istilah menolong diri digunakan dalam kontek pembelajaran anak tunagrahita ringan dan sedang.
Pada dasarnya materi ketiga-tiganya sama atau hampir sama, perbedaannya hanya pada penekanannya yang dilihat pada tujuan akhir yang ingin dicapai yaitu agar anak dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain. Mengingat konteks pembahasan penelitian ini tentang anak tunagrahita sedang maka akan lebih tepat disebut dengan istilah menolong diri sendiri.



B.     Tujuan Pendidikan Menolong Diri Sendiri Untuk Anak Tunagrahita
Program menolong diri sendiri memiliki peran sentral dalam mengantarkan peserta didik dalam melakukan kegiatan untuk dirinya sendiri. Melalui pembelajaran menolong diri sendiri diarahkan untuk mengaktualisasikan dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari sehingga untuk kebutuhan dirinya sendiri sehingga mereka tidak membebani orang lain.
Pembelajaran menolong diri sendiri sebenarnya mengaktualkan kemampuan dalam kegiatan sehari-hari. Tujuan menolong diri sendiri diberikan kepada anak tunagrahita agar dapat:
a)      Dapat hidup secara wajar dan mampu menyesuaikan diri di tengah-tengah kehidupan keluarga.
b)      Menyesuaikan diri dalam pergaulan dengan teman sebaya, baik di sekolah maupun di masyarakat.
c)      Menjaga kebersihan dan kesehatan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain.
d)     Mengurus keperluan dirinya sendiri dan dapat memecahkan masalah sederhana.
e)      Membantu orang tua dalam mengurus rumah tangga, baik dalam kebersihan, ketertiban dan pemeliharaan dalam rumah tangga.




C.     Prinsip – Prinsip Pendidikan Menolong Diri Sendiri Untuk Anak Tnnagrahita Ringan, Sedang, dan Berat
Masih menurut Suhaeri (1992:26) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran menolong diri sendiri antara lain:
a)      Pembelajaran menolong diri sendiri dilaksanakan ketika kebutuhan muncul. Misalnya berikan pembelajaran ketika anak mau memakai baju.
b)      Bahan yang diajarkan hendaknya dirumuskan secara operasional. Misalnya “anak belajar memakai baju” maka harus dispesifikasikan menjadi “anak belajar memakai baju berkancing”.
c)      Bahan yang baru hendaknya bersambung dengan bahan sebelumnya. Misalnya belajar mengancingkan baju merupakan kelanjutan dari anak belajar mengenakan baju.
d)     Satuan-satuan bahan yang terkecil hendaknya terdiri atas perbuatan-perbuatan. Misalnya mengancingkan, menanggalkan, memasang, dsb.
e)      Gunakan bahasa yang sederhana, berikan instruksi satu demi satu, bila perlu dilengkapi dengan mimik dan isyarat.