Rabu, 10 Oktober 2012

Hak Dan Kewajiban Anak Bergangguan Intelektual



A.    Hak Anak Bergangguan Intelektual
Hak setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan tanpa diskriminasi. Hak pendidikan ini juga berlaku kepada anak berkebutuhan khusus atau penyandang cacat atau yang biasa disebut difabel (different ability). Hak pendidikan adalah merupakan bagian dari Hak Ekonomi, sosial dan budaya. Negara mempunyai kewajiban (state obligation) untuk memenuhi (fulfill), menghormati (to respect), dan melindungi (to protect) setiap hak pendidikan yang dimiliki oleh setiap warga negaranya.
Pada pasal 28 C Undang-undang Dasar 1945 pun dikatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, sehingga jelas disini kewajiban negara dalam pemenuhan hak pendidikan adalah memfasilitasi (to facilitate), memajukan (to promote), menyediakan (to provide).
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa bagi mereka yang mengalami kekurangan  dan atau kelainan fisik dan mental, di dalam UU RI No. 4/1997 tentang penyandang cacat, dikategorikan sebagai penyandang cacat. Pemerintah dan masyarakat berkewajiban memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan melalui berbagai upaya  pemberdayaan. Hal ini tercantum dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: pasal 5 ayat 2 ,” Warga Negara yang mengalami kelainan fisik, emosional,mental, intelektual dan/atau sosial berhak mendapat Pendidikan Khusus”. Pasal 32 ayat 1: “Pendidikan Khusus merupakan pendidikan bagi peserta yang memiliki kesulitan  dalam mengikuti proses pembelajaran  karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan  dan bakat istimewa”. Kemudian dalam UU No. 23/2002  tentang Perlindungan  Anak: Pasal 49, “Negara, Pemerintah, Keluarga, dan Orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan”. Pasal 51, “Anak menyandang cacat fisik dan/atau mental  diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas  untuk memperoleh pendidikan biasa dan luar biasa”. Oleh  karena hal tersebut di atas, maka kami pada kesempatan kali ini akan membahas lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban anak gangguan intelektual.

B.      Hak Anak Bergangguan Intelektual Mendapatkan Pelayanan
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pengajaran. Demikian halnya dengan anak tunagrahita berhak untuk mendapatkan pendidikan. Sekolah-sekolah untuk melayani pendidikan anak luarbiasa (tunagrahita) yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) atau sekolah berkebutuhan khusus. Sekolah untuk anak luar biasa terdiri dari :
1.      SLB – A untuk anak Tunanetra
2.      SLB – B untuk anak Tunarungu
3.      SLB – C untuk anak Tunagrahita
4.      SLB – D untuk anak Tunadaksa
5.      SLB – E untuk anak Tunalaras
6.      SLB – F untuk anak Berbakat
7.      SLB – G untuk anak Cacat Ganda
Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada:
1) Kelas Transisi.
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas tansisi sedapat mungkin berada disekolah regler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
2) Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C, C1).
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1
3) Pendidikan Terpadu.
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
4) Program Sekolah di Rumah.
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
5) Pendidikan Inklusif.
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusi diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) oarang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusi masih dalam tahap rintisan.
6) Panti (Griya) Rehabilitasi.
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam pati ini terbatas dalam hal:
a.       Pengenalan diri
b.      Sensori motor dan persepsi
c.       Motorik kasar dan ambulasi (pindak dari satu tempat ke tempat lain)
d.      Kemampuan berbahasa dan komunikasi
e.       Bina diri dan kemampuan sosial.
C.    Landasan Yuridis Formal
Hak-hak yang dimiliki anak berkebutuhan khusus dalam hal ini anak yang memiliki gangguan intelektual berdasarkan pada landasan yuridis formal meliputi: 
1.   UUD 1945 (Amandemen) pasal 31 ayat
(1) : “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” ayat
 (2) : “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib  membiayainya” 

2.  UU No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional : 
Pasal 3 
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang  bermartabat dalam dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pasal 5 
Ayat: (1): Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu 
ayat (2): Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus

Pasal 32 
ayat (1): Pendidikan khusus merupakan merupakan pendidikan bagi peserta peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,  sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

3.  UU No. 23 tahun tahun 2002 tentang Perlindungan Perlindungan Anak  
Pasal 48 
Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. 

Pasal 49 
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
Pasal 50 
Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 diarahkan pada : 
a.       Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat,  kemampuan  mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal. 
b.      Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan  asasi.
c.       Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan  nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradabanperadaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri.
d.      Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggungjawab.
e.        Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.

Pasal 51 
Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan   aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.

4.  UU No. 4 1997 tentang Penyandang Cacat 
Pasal (5 ) 
“ Setiap penyandang cacat mempunyai dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”.  

5. Deklarasi Bandung (Nasional) “ Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif ” 8-14 Agustus 2004 
a.       Menjamin setiap anak berkelainan  dan anak berkebutuhan khusus lainnya mendapatkan kesempatan akses dalam segala aspek kehidupan, , baik dalam bidang pendidikan, kesehatan sosial, ,kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi generasi penerus yang handal. 
b.      Menjamin setiap anak berkelainan dan anak anak berkebutuhan berkebutuhan khusus lainnya lainnya sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hukum, politis maupun cultural.

Dari berbagai perangkat perundangan yang telah ada tersebut ternyata masih belum menyadarkan masyarakat dan pelaku pendidikan memberikan hak memperoleh pendidikan yang sama yang dimiliki anak berkebutuhan khusus. Pemerintah melalui departemen pendidikan nasional mngeluarkan himbauan yaitu surat edaran dirjen Dikdasmen yaitu: 
Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 Januari 2003 perihal Pendidikan inklusi: menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap kabupaten/kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, SMK.

D.    Kewajiban Anak Bergangguan Intelektual
Pada dasarnya setiap anak berkewajiban untuk :
·         Menghormati orang tua, wali, dan guru;
·         Mencintai keluarga, masyarakat, dan memyayangi teman;
·         Mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
·          Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.

Jadi, kewajiban ank bergangguan intelektual kewajiban baginya disesuaikan dengan tingkat kemampuan / kecerdasannya.

3 komentar:

  1. mkasih atas info nya kk

    salam kenal dari junior mu di plb unp
    aq bp 2013

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya sama - sama....
      semoga bermanfaat, sering2 mampir ke blog kk yaa... hehe

      Hapus
  2. Ha blog anak wak kironyo makasih ya

    BalasHapus