Kamis, 20 September 2012

Faktor Penyebab Autis dan Saat terjadinya Autis


A.    Faktor Penyebab Autis
Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak. Gejala yang tampak adalah gangguan dalam bidang perkembangan: perkembangan interaksi dua arah, perkembangan interaksi timbal balik, dan perkembangan perilaku.
Hingga saat ini kepastian mengenai autisme belum juga terpecahkan. Padahal, perkembangan jumlah anak autis sekarang ini kian mengkhawatirkan. Di Amerika Serikat, perbandingan anak autis dengan yang normal 1:150, sementara di Inggris 1:100. Indonesia belum punya data akurat mengenai itu.
Para ilmuwan menyebutkan autisme terjadi karena kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang dipicu faktor lingkungan. Berikut adalah faktor-faktor yang diduga kuat mencetuskan autisme yang masih misterius ini.
1. Genetik
Ada bukti kuat yang menyatakan perubahan dalam gen berkontribusi pada terjadinya autisme. Menurut National Institute of Health, keluarga yang memiliki satu anak autisme memiliki peluang 1-20 kali lebih besar untuk melahirkan anak yang juga autisme.
Penelitian pada anak kembar menemukan, jika salah satu anak autis, kembarannya kemungkinan besar memiliki gangguan yang sama.
Secara umum para ahli mengidentifikasi 20 gen yang menyebabkan gangguan spektrum autisme. Gen tersebut berperan penting dalam perkembangan otak, pertumbuhan otak, dan cara sel-sel otak berkomunikasi.
2. Pestisida
Paparan pestisida yang tinggi juga dihubungkan dengan terjadinya autisme. Beberapa riset menemukan, pestisida akan mengganggu fungsi gen di sistem saraf pusat. Menurut Dr Alice Mao, profesor psikiatri, zat kimia dalam pestisida berdampak pada mereka yang punya bakat autisme.
3. Obat-obatan
Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan memiliki risiko lebih besar mengalami autisme. Obat-obatan tersebut termasuk valproic dan thalidomide. Thalidomide adalah obat generasi lama yang dipakai untuk mengatasi gejala mual dan muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia.
Obat thalidomide sendiri di Amerika sudah dilarang beredar karena banyaknya laporan bayi yang lahir cacat. Namun, obat ini kini diresepkan untuk mengatasi gangguan kulit dan terapi kanker. Sementara itu, valproic acid adalah obat yang dipakai untuk penderita gangguan mood dan bipolar disorder.
4. Usia orangtua
Makin tua usia orangtua saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak menderita autisme. Penelitian yang dipublikasikan tahun 2010 menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen memiliki anak autisme dibandingkan dengan perempuan berusia 20-29 tahun.
"Memang belum diketahui dengan pasti hubungan usia orangtua dengan autisme. Namun, hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi gen," kata Alycia Halladay, Direktur Riset Studi Lingkungan Autism Speaks.
Menurut peneliti dari Harvard School of Public Health, kebanyakan studi mengenai austime menyebutkan usia calon ibu dan juga calon ayah berpengaruh pada kejadian autisme. Ibu hamil yang mengalami perdarahan atau diabetes juga berpeluang memiliki anak autis. Hasil studi ini dilaporkan dalam jurnal ilmiah British Journal of Psychiatry.

Walaupun para peneliti menyadari  kaitan autis dan kondisi kehamilan belum memiliki bukti yang kurang kuat, namun 9 dari 13 studi menyebutkan usia calon ibu saat hamil berpengaruh. Hal ini sesuai dengan demografi calon ibu dalam tiga dekade terakhir ini yang rata-rata hamil di usia 30 tahun ke atas.
Ibu hamil yang berusia 30-34 tahun beresiko 27 persen untuk memiliki anak autis. Risiko ini makin meningkat pada ibu hamil yang berusia di atas 40 tahun. Untuk calon ayah, setiap lima tahun risikonya bertambah hampir 4 persen.
Secara biologi memang belum jelas benar mengapa hal itu terjadi. Tetapi para ahli menduga ini disebabkan faktor kromosom yang abnormal pada sel telur wanita paruh baya dan mutasi sel sperma pada pria.

Sementara itu diabetes gestasional, yang terjadi pada 4 dari 100 kehamilan, menyebabkan risiko gangguan autisme dua kali lipat. Sedangkan perdarahan pada kehamilan beresiko 81 persen. Sayangnya tidak dijelaskan apakah perdarahan itu terjadi di awal kehamilan atau masa akhir kehamilan.
Namun, perdarahan pada ibu hamil diketahui memengaruhi oksigen pada janin (fetal hypoxia) untuk perkembangan otak janin yang pada akhirnya meningkatkan risiko autisme.
5. Perkembangan otak
Area tertentu di otak, termasuk serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada konsentrasi, pergerakan dan pengaturan mood, berkaitan dengan autisme. Ketidakseimbangan neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin, di otak juga dihubungkan dengan autisme.
Faktor lain yang menyebabkan autistik :
1. Menurut Teori Psikososial
Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.
2. Teori Biologis
Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding populasi keluarga normal.
§  Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada kehamilan awal,
§ obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.
Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam
§ kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi.

3. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambanga batu bara, dlsb.

4. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna.
B.      Saat Terjadinya Autistik
         Autisme adalah kelainan perkembangan yang muncul pada masa kanak-kanak, yaitu pada usia 2-2,5 tahun. Biasanya, kelainan yang muncul adalah keterlambatan bicara, kesulitan untuk bersosialisasi dan melakukan kontak mata. Pada beberapa anak muncul gerakan yang abnormal seperti menggoyang-goyangkan tubuhnya maju-mundur atau kiri-kanan (rocking). Anak terlihat berada dalam dunianya sendiri dan menolak kontak dengan orang lain, termasuk ibu atau ayahnya.
         Pada beberapa anak, gejala autisme muncul pada saat anak memasuki usia 2 tahun. Anak-anak yang tadinya memiliki perkembangan yang normal, kemudian mengalami kemunduran perkembangan (regression). Beberapa anak dilaporkan sudah mulai berbicara, kemudian kemampuan berbicaranya perlahan berkurang. Namun, ada juga anak-anak yang memiliki gejala autisme sejak lahir. Umumnya anak-anak ini selalu menangis pada saat ia terjaga, atau malah terlalu diam-sangat diam. Anak-anak ini menunjukkan ketidaksukaannya saat digendong atau saat harus kontak fisik dengan orang lain, dengan melentingkan tubuhnya sambil menangis.